Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akankah BPJS Seperti Program Lainnya?

9 Maret 2015   17:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 1980an, di desa saya ada program sapi Bimas. Petani atau peternak yang mau dan sanggup bisa mengajukan untuk mendapatkan satu ekor sapi dari Australia. Sapi betina dewasa siap produksi ini idenya akan menjadi bantuan bergilir, jadi negara hanya menyediakan bibit sekali dan semua masyarakat yang mebutuhkan bisa memperoleh dari anakan pertama dari bantuan negara tersebut, dan semua akan bisa memiliki sapi yang dimaksudkan untuk perbaikan taraf ekonomi pedesaan.

Akhir-akhir ini ada sumbangan senada dengan bantuan BLT atau apapun namanya. Masyarakat yang masih perlu bantuan mendapatkan bantuan tunai dari negara untuk membantu daya beli masyarakat akibat terbebani kenaikan BBM.

LPG tiga kilo gram, sebagai bantuan untuk kelas menengah ke bawah. Program yang bagus dan ide yang baik apalagi gas lebih murah dibandingan minyak tanah, juga lebih ramah lingkungan. Ibu-ibu terbantu dengan pemberian bantuan tabung dan kompor oleh negara.

BBM, bertahun menikmati subsidi yang memang wajar ketika produksi minyak sendiri masih mencukupi. Masalah datang ketika  harga minyak mahal dan produksi menurun. BBM bersubsidi yang dimaksudkan untuk golongan tertentu masih saja lolos dan kacau.

Beras Miskin. Sumbangan negara untuk masyarakat tertentu. Tentu saja untuk masyarakat yang kurang beruntung. Negara sebagai penanggungjawab kesejahteraan rakyatnya mengulurkan tangan untuk itu.

BPJS. Asuransi kesehatan sudah saatnya melindungi masyarakat sehingga tidak ada lagi olok-olok orang miskin dilarang sakit. Baru setahun BPJS merasakan rugi dan meminta kepada pemerintah untuk menaikan iuran sebesar 37%.

Mengapa proyek-proyek negara tersebut mesti kacau?

Mentalitas kere. Mentalitas suka dianggap miskin asal mendapatkan bantuan. Tidak peduli yang penting memperoleh gratisan, walaupun bukan bagiannya. Lihat saja bagaimana orang mampu tidak malu antri menerima sumbangan apapun itu.

Ada yang murah mengapa yang mahal. Disparitas harga BBM antara subsidi dan bukan, antara gas subsidi dan tidak,  jauh, membuat orang tidak peduli apakah dia mampu atau tidak. Orang kaya pun akan memilih yang murah ketika ada yang murah mengapa harus membayar mahal-mahal. Mobil mewah pun tidak malu mengantre BBM bersubsidi, rumah megah dengan PD membeli gas melon.

Iri, kekanak-kanakan. Kalau dia dapat aku juga harus dapat. Paling repot RT dan pengurus bagian bawah ketika menghadapi model begini. Dengan tetangga sendiri lagi. Ketegasan sangat penting karena masyarakat masih memiliki sikap kekanak-kanakan. Iri ketika ada yang mendapatkan bantuan. Kalau dia dapat, saya juga harus dapat, mampu bahkan kaya sekalipun tidak malu asal sama dengan yang lain. Sumbangan yang diperoleh dijual karena bukan selera atau apa yang dia konsumsi setiap hari.

Sifat-sifat demikian masih kuat dan tidak ada perbaikan, soal subsidi, sumbangan, program negara akan selalu saja gagal. Persoalan malu dan tahu diri perlu jauh lebih mendapatkan porsi dalam menanamkan nilai, sehingga orang tidak akan mengambil bagian yang bukan bagiannya. Ide subsidi silang akan menguap karena yang mampu seharusnya menyubsidi yang miskin masih suka dianggap miskin dan tidak mampu.

Salam Damai

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun