Ahok Memang Membeli TNI dan Polri
Entah mengapa kebencian Ratna S ini hingga ubun-ubun, hingga apapun yang buruk akan diterapkan ke Ahok. Seolah tidak ada kebaikan apapun dalam diri pada gubernur DKI ini. Entah pula kesalahan Ahok apa sehingga mengalahkan FPI kayaknya kebenciannya. FPI pun kalau Ahok menggusur Kalijodo tidak mencari-cari dalih HAM-lah, atau prostitusi mewahlah, dan sejenisnya.
Ratna S menyatakan Ahok telah membeli TNI, Polri, dan KPK hingga ia tidak dijadikan tersangka. Benarkah kecurigaannya ini atau tuduhannya ini? benar TNI dan Polri memang sudah terbeli oleh Ahok, namun bukan dengan suap demi mengamankan kasusnya. Ahok membeli TNI dan Polri dengan keinerjanya. Bagaimana Pangkostrad yang zaman 98 mengarahkan moncong tank ke istana, beberapa waktu lalu menyatakan siap membantu mengosongkan Kalijodo. Kalau belum dibeli dengan pesona akan prestasi, mana mau TNI dilibatkan menertibkan kawasan begituan. Polisi setali tiga uang, menyatakan dengan sigap akan membantu sekuat tenaga membantu pengosongan Kalijodo dengan aman dan terkendali, dan semua bisa berjalan dengan baik. Tidak ada masalah sama sekali dan tidak terjadi kekerasan, penolakan, apalagi demo anarkhi seperti biasanya.
Bukti lagi polisi terbeli oleh prestasi bukan karena Ahok, berkali-kali gubernur mengatakan sabotase soal bungkus kabel yang menyumbat saluran arah istana. Polisi berkali-kali pula menyatakan belum ada indikasi ke sana, dan mulai terkuak bahwa itu memang ulah maling. Soal sabotase kelihatannya belum terlalu jauh mengarah ke sana.
TNI AL juga sudah terbeli, maka  mau membantu membersihkan gorong-gorong itu. Meski ada yang menyatakan dengan naifnya Ahok merendahkan TNI karena tidak mau karyawannya mati. Penulis ini hendak menyatakan Ahok rela TNI mati dan bukan karyawannya, padahal bukan demikian, TNI yang terlatih dan memiliki sarana prasarana lengkap, karena ada penyelaman dan perlu teknik selam dan perlengkapan lengkap, dan itu ada di TNI AL. Bukti TNI terbeli dan dengan suka rela mendukung kebaikan dan kebersihan Jakarta tentunya.
KPK terbeli Ahok juga belum terbukti, selain bahwa KPK tidak mempan tekanan oleh dewan yang akan absen sebulan dua kali di sana. Bukti nyata bahwa KPK masih belum memiliki dua alat bukti untuk membawa Ahok ke penjara.
Kritik dan masukan tentu sangat baik. Laporan pencemaran nama baik tentu bukan tindak bijaksana di era demokrasi ini, namun bahwa tuduhan dan cenderung fitnah tanpa bukti sudah sewajarnya ditindaklanjuti dengan hukum yang berlaku. Apa artinya? Bahwa orang apalagi publik figur, dimuat di media massa, dan memiliki banyak pengikut agar bijaksana, tidak asal bicara, dan berbicara dengan data dan bukan hanya memupuk  kebencian dan menyenangkan hasrat, kepuasan, dan kebanggan diri yang sejatinya meracuni hati dan merugikan pihak lain.
Minimal, apa sih yang sudah dilakukan Ahok sehingga merugikan Jakarta dengan penduduknya? Jauh lebih banyak merugikan atau membantu? Jangan hanya berkutat soal RS SW saja dan diulang-ulang, namun dengan jawaban dari aparat yang tetap sama. Calon-calon lain, apa yang sudah diberikan apa? Mencela pekerjaan yang belum pernah mereka lakukan?
Tentu TNI, Polri, dan KPK tidak pantas untuk melaporkan siapa saja yang mencela atau menuduh lembaga-lembaga ini, namun perlu juga bertindak agar ada peringatan keras agar pihak-pihak yang biasa berbuat dan berbicara seenaknya itu lebih menahan diri bukan hanya jadi tukang kompor dan mereka lari ketika ada persoalan.
Demokrasi dan kebebasan tentu bukan bebas untuk berbuat yang tidak semestinya, seperti menghujat. Bebas tentu harus dengan dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Sikap dewasa salah satunya ditunjukkan dengan berani mengatakan sesuatu dengan data dan fakta yang bisa mendukung, bukan sebatas kepuasan diri apalagi kalau hanya untuk kepuasan diri. Tidak ada bedanya dengan maling dan korupsi, hanya di sini dalam ranah hati dan rasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H