Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Eksekutor, Parpol telah Bunuh Diri dan Bisa-bisa Revisi UU Pilkada

9 Maret 2016   09:08 Diperbarui: 9 Maret 2016   09:50 3141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarahan parpol dan sebagian politikus yang bernaung dalam parpol sangat bisa dimengerti saat Pak Ahok menyatakan diri akan memilih jalan mandiri di dalam pilgub mendatang, memilih bus daripada sedan merci dalam istilahnya. Kebersamaan meskipun tidak jelas dipilih daripada kenyamanan dan jaminan mutu namun tidak tahu apa yang terjadi di dalam kendaraannya.

Deparpolisasi kata parpol atau memang parpol yang bunuh diri?

Menarik adalah reaksi parpol yang mengatakan dengan garang bahwa ada gerakan deparpolisasi, meskipun tidak tepat istilahnya, bolehlah meminjam istilah para politikus yang masuk sungai, dan merasakan tenggelam tanpa mereka sadari. Mereka seperti katak yang ada di dalam bejana yang sedang dijerang, terbuai dan ketika sadar semua telah kekurangan daya.

Pak Ahok hanya menyentak gelotin yang sudah tinggal menerjang leher parpol. Mereka sendiri yang bunuh diri dengan mengonsumsi arsenik. Pilihan yang tidak mereka sadari dan akhirnya mati. Bunuh diri pelan-pelan tanpa perlu menyalahkan pihak yang memilih untuk melalui jalur alternatif.

Bukan salah jalur independen, bukan pula deparpolisasi, selain parpol yang telah makan “arsen” selama ini yang tidak mereka sadari. Eforia reformasi belum berhenti bagi parpol, selain malah makin menjadi-jadi selaku bandit politik.

Apa bukti parpol bunuh diri:

1.       Mereka selalu asyik dengan diri sendiri, pimpinannya untuk jabatan ini itu, soal parpol karepmulah, terserah, nyatanya yang penting jadi capres, apes-apesnya jadi menteri untuk pusat, daerah ya gubernur, bupati/walikota. Parpol hanya kendaraan yang dipakai, tanpa pernah dipelihara apalagi dirawat dan dihidupi.

2.       Miskin kader dan kaderisasi amburadul. Buktinya, orang antah barantah, asal tenar meskinpun tenar maaf karena buruknya pun tidak malu untuk diajukan sebagai calon ini  itu. Lihat berapa saja terdakwa, tersangka, atau terindikasi baik maling ataupun pelanggaran hukum masih saja melenggang jadi calon bahkan jadi pejabat publik. Kader baik selama ini bukan karena parpol namun karena bakat pribadi yang dibajak parpol. Kader parpol lebih banyak yang buruk hasilnya.

3.       Jualan bohongan, lihat hanya memindahkan kader yang sudah baik dan matang diberbagai daerah untuk daerah yang lebih menjanjikan. Mengapa meributkan Pak Ridwan dan Bu Risma, mereka sudah jadi, mengapa tidak membawa yang lain? Membuktikan mereka sama sekali tidak punya dagangan yang layak untuk ditampilkan.

4.       Perilaku mereka sendiri, terutama lewat sales mereka di dewan. Perilaku memalukan dari hari ke hari mereka pertontonkan.  Maling, kekerasan, dan kemalasan yang tidak berujung. Jelas saja memberikan promosi menuju kematian mereka sendiri.

Parpol memang saatnya dikurangi dengan signifikan. Persyaratan pendirian dengan lebih ketat lagi. Sepuluh terlalu berlebihan, namun jangan pula seperti Orba yang membuat partai itu di bawah kendali pejabat. Perundang-undangan mengenai pemilu dibuat dengan lebih jujur, obyektif, dan lepas dari politisasi kepentingan kelompok sendiri. Memang tidak akan lepas dari politik wong memang politik, dengan lebih memilikirkan bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun