Menarik apa yang dilakukan netizen, penggemar bola, ataupun mantan pemain bola, juga pengamat sepak bola. Mereka pro dan kontra dengan cara STY, juga PSSI di sana yang mengejar prestasi dengan pemain keturunan. Pihak yang kontra mengatakan mana muka Indonesia di timnas kali ini?
Mereka lupa, bagaimana muka "lokal" yang sering babak belur di hadapan tim-tim Asia Tenggara itu. Apakah mereka lupa bahwa pernah dicukur 10-0 lawan tim Asia Tengah? Tidak mungkin mereka lupa. Masalah itu ada di liga, bukan mengenai siapa yang bermain. Jangan lupakan itu.
Jika bicara muka atau kasarannya lokal, toh liga kita juga dihuni pemain asing. Jangan naif dan mengejar prestasi instan hanya karena rupa lokal. Â Persoalan liga bukan hanya jumlah pemain asing, namun permainan sepak bola dasar saja mereka belum pener banget. Bagus dikit langsung jadi bintang iklan, pacaran dengan artis, kemudian mangkrak prestasinya. Sirna bakat bagus itu.
Belum lagi media yang mencari keuntungan dari sana. Begitu banyak pihak yang ikut nimbrung dan membuat  hilang bakat-bakat keren itu. Ingat era U-19-nya Evan Dimas dkk. Mereka digdaya di regional, kemudian hilang bak ditelan bumi di level Asia.
STY pernah mengatakan, bahwa pemain liga Indonesia cara menendang, mengoper, dan bersikap sebagai pemain bola masih jauh dari harapan. Nah, apa model begini yang diharapkan mendapatkan piala, sekadar AFF saja? Kini, berjuang di level Asia dan membicarakan lolos piala dunia saja berani.
Kapan mereka yang kontra ini meributkan ketika menghadapai Laos saja sudah ketar-ketir, apalagi Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Kini, melawan Vietnam di kandang lawan saja bisa melibasnya. Mereka hanya melihat soal yang tidak esensial, wong fakta kemenangan itu sebuah bukti ini capaian. Jangan ribet mau piala langsung, semifinal AFC U-23 itu sudah   bagus. Muluk-muluk jika bicara lebih jauh, juara misalnya.
Keberadaan tim Jepang, Arab Saudi, Korsel, Iraq, atau Iran jauh di depan. Jangan omong mau mengejar atau melampaui mereka tapi berpikirnya masih cetek.
Rupa lokal
Aneh sih omongan ini, Mbape apa rupane orang Perancis? Atau Ozil emang tampang Jerman, mereka berkali-kali juara Piala Dunia lho. Omong kosong bicara prestasi tapi masih meribetkan soal tampang. Italia saja ada naturalisasi, kog sok-sokan mau pribumi, level AFF saja ngos-ngosan.
Pilihan PSSI dan STY masih lebih baik, wong kudu ada darah Indonesia dari si pemain. Mereka kagum Philipina bisa maju, apa mereka lupa kalau  cara ini juga mereka lakukan? Ke mana   mereka ketika kita kesulitan hanya menghadapi Philipina atau Myanmar?
Liga 1
Suka atau tidak, jujur atau mau mengelak, kualitas liga 1 belum cukup membawa Indonesia bicara lebih jauh. Disiplin, ngamukan, peraturan saja masih ngaco, kisah Diego Michels yang mengaku ketularan kedisplinan ala pemain lokal, menjadi bukti memang layak mengambil pemain dari luar sana. Kedisiplinan itu harus dibangun. Â Tidak sembarangan dan sekali jadi. eh maunya prestasi juga seinstan itu, tanpa mau disiplin. Lak koplak.
Kompak bukan individu
Ada  yang mengatakan jika Messi bersama tim Spanyol, dia bisa lebih dari sekali merengkuh piala dunia, karena keberada tim yang nyengkuyung dia lebih solid, dibandingkan tim Argentina. Tim, bukan soal individu. Lihat saja Ronaldo toh tidak juga bisa merengkuh piala dunia, padahal kurang apa dia?
Jika memaksakan harus pemain lokal, liga 1 dengan catatan skil dan kemauan yang demikian, apa iya bisa seperti capaian STY itu? Kog pesimis  sama dengan pelatih-pelatih terdahulu, mentok hanya jadi penggembira, nyaris lolos saja sudah girang.
Mau membenahi liga, menghabiskan energi. Nanti juga teriak-teriak mana prestasi, palingan juga minta AFF, he...he...
Prestasi, bisa bicara lebih jauh dalam kompetisi, baru nantinya membenahi liga. Animo masyarakat pada timnas sangat baik. Jangan dirusak oleh kepentingan segelintir orang atas nama nasionalisme ala mereka semata.
Kondisi timnas yang sudah baik, kompak, dan bisa seperti keluarga itu penting. Jangan sampai nanti bongkar pasang lagi, balik setelan pabrik, umpan panjang sebagai solusi ngaco menghalau bola, melepas tanggung jawab. Pemain lain lari pontang-panting tidak jelas. Apa para tokoh yang menolak gagasan pemain keturunan ini lupa atau mendadak amnesia kalau timnas Indonesia itu saat ini jauh berkembang?
Nasionalisme itu penting, dan bahkan sangat penting. Namun jangan sampai kek politik, atas nama rakyat padahal kepentingan keluarga, partai, atau pendonor. Kog identik di sini, atas nama nasionalisme padahal pundi-pundinya macet karena tidak lagi bisa ndompleng cari makan di pengelolaan timnas.
Mana mempersoalkan muka pemain timnas, tengok itu Jerman, sembilan pemain keturunan, dan maaf ini bukan rasis, namun mau mengatakan fakta, mereka berkulit hitam, jelas artinya mereka dari Afrika. Jika timnas Indonesia bermuka bule, apa ya salah? Jangan naif dengan menggunakan terminologi nasionalisme.
Nasionalisme itu jika membela negara dengan segenap daya upaya, melawan penghinaan pada negara, dan bukan malah ngehajar yang sedang membangun negara. Kog identik dengan politik negeri ini ya, ya kerja dihajar, yang gak ngapa-ngapain didiemin. Dulu tanpa prestasi gak ada yang ngoceh-ngoceh nasionalisme tuh....
Terima kasih dan salam
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H