Mengubah mind set soal rumah tapak, mulai mikir rumah susun
Keberadaan tanah makin sempit, terutama untuk kota-kota besar. Nah, perlu mengubah pola pikir rumah harus di atas tanah. Sudah perlu berganti haluan, rumah susun atau rumah vertikal. Hemat ruang dan tanah, sehingga memberikan kesempatan banyak ruang untuk air tetap menjadi air tanah.
Sangat tidak mudah memang, karena model dan pola pikir memiliki tanah dan rumah di atas tanah sendiri itu begitu besar. Hanya  kota metropolitanlah bisa berubah kebiasaan ini.
Identik dengan itu adalah pemakaman. Lahan makin sempit. Akan terkendalan mengenai ajaran agama, jika bicara pemakaman tanpa tanah, kremasi atau bertingkat. Agak jauh lebih rumit dan susah akan hal ini.
Toh, semua bisa diupayakan dan dicoba, demi masa depan bumi dan keberadaan air ataupun mata air. Â Dunia lain, Israel sudah menemukan alat untuk menangkat udara dan diubah menjadi H2O . kreatif, harganya masih cukup mahal untuk perorangan, Rp. 75 juta menurut toko online. Â Toh ini juga khabar gembira, kemajuan teknologi.
Kurangi beton
Hampir semua tempat, pekarangan, bahkan ke desa-desa tertutup beton. Â Padahal jauh lebih bak jika rumput atau minimal paving. Memang lebih susah dan mahal dari pada beton, Â namun demi keberadaan air dan penyerapannya toh tidak perlu bicara mahal atau murah, namun bagaimana air bisa terserap dan tidak perlu jauh-jauh mengalirkannya.
Menyimpan air di sekitar itu tidak ada yang buruk ataupun salah, malah bagus. Lingkungan adem dan juga tanaman menjadi lebih segar.
Belum lagi jika bicara limpasan air dari rumah bisa lari ke rumah tetangga karena penuh dengan betonan. Tentu saja hal ini sangat tidak bijaksana.
Pun masalah yang sama dengan talang rumah yang dijatuhkan ke jalan, bukan ke selokan, di desa-desapun mulai marak. Sangat tidak bijaksana, malah cenderung egois, yang penting bukan di rumahku atau pekaranganku.
Hemat air