77 Tahun Polri dan Sisi Kelamnya
Selamat 77 tahun Bhayangkara, makin presisi bagi negeri.
Suka atau tidak, keberadaan polisi itu penting. Benar bahwa beberapa waktu terakhir media baik arus utama atau apalagi media sosial dibanjiri kisah kelam penjaga keamanan bangsa dan negara itu. Baik yang benar-benar menyangkut pribadi polisi itu ataupun yang dikait-kaitkan karena kesan politis yang mau dibangun polisi gagal menjaga keamanan.
Tragedi Kanjuruhan itu panitia yang tidak sigap. Penonton yang tidak sportif, namun mau dibawa-bawa ke ranah petugas keamanan yang melakukan tindak pidana. Begitu banyak dan liar dalam pembicaraan, pemberitaan, dan juga narasi yang membawa kesalahan sepenuhnya pada pihak kepolisian. Aksi dan reaksi yang kebalik-balik, khas permainan politik negeri ini.
Kisah tragis sepak bola yang terjadi akhir tahun lalu itu, sampai sekarang juga tidak membawa perubahan yang signifikan dalam persepakbolaan, selain hanya narasi, klaim, tudingan, dan juga permainan cenderung politis. Tidak pernah ada pembicaraan dan pembinaan suporter bola untuk lebih siap  menerima kekalahan atau menyaksikan tim kesayangan tidak memberikan hasil sebagaimana mestinya.
Bukti dari itu adalah, usai tragedi itu ada upaya yang mirip. Semarang dengan penjualan tiket, padahal pertandingan tanpa penonton. Lagi-lagi cenderung politis di balik itu semua.
Kisah kelam  selanjutnya mengenai jenderal yang menembak anak buahnya, bahkan ajudannya sendiri. Drama mengerikan ini melibatkan begitu banyak polisi bahkan. Ada perwira lulusan terbaik angkatannya harus terhenti karirnya. Atau Bhayangkara dua yang harus menjadi pesakitan karena perintah si bintang dua. Mengerikan. Tragedi yang luar biasa kelam.
Fredy Sambo. Kisah pilu yang demikian berkepanjangan. Menyeret bintang hingga pangkat terendah dalam kepolisian. Begitu pelik, settingan yang membuat banyak perwira baik menengah ataupun tinggi harus kehilangan jabatan, bahkan menjadi pesakitan. Tragis.
Keluarga Ferdy Sambo juga pastinya berantakan, sang istri dihukum berat di bui, dan dirinya divonis mati. Apakah ada keringanan hukuman, minimal menjadi seumur hidup misalnya? Bisa saja terjadi, namun sangat mungkin jaga tidak. Atensi publik demikian besar.
Pro dan kontra mengenai kisah, para pelaku, sikap keluarga korban, dan juga para pelaku menjadi santapan berbulan-bulan. Drama demi drama lahir. Kemarahan, kejengkelan, dan juga terkadang geli karena aksi para pelaku dan pihak-pihak yang terlibat di sana, kadang menggelikan di tengah   kisah tragis.
Teddy Minahasa. Â Lagi-lagi kisah pilu. Bagaimana ia disangka menjadi pengedar sabu bersama dengan anak buahnya. Vonis sudah dijatuhkan. Bersama dengan bawahannya ia mengambil barang bukti dan kemudian dijual kembali. Ini jelas sudah dibuktikan di persidangan, hanya belum berkekuatan hukum tetap.