AHY ke Manakah Engkau Berlabuh?
Masih hampir dua tahun lagi, tetapi para politikus sudah mulai menaik tensinya. Gerilya atau safari politik sudah demikian masif. Ada yang halu tingkat dewa dengan mengaku sudah dikehendaki rakyat. Ada lainnya yang merasa lebih mampu dari presiden yang sudah dipilih dan menjabat. Politikus lainnya merasa didukung oleh elemen-elemen yang entah menentukan jabatan presiden atau tidak.
Ada pula yang  ke sana ke mari menjual calonnya oleh pembesar partainya. Eh ada partai yang menggunakan mekanisme seolah itu demokratis, yang ujungnya adalah ketentuan ketua umumnya, pengumumkan tiga nama, tiba-tiba mengusulkan salah satu nama dengan mengaitkan nama lain yang di luar rekomendasi akar bawah.
Padahal hari sebelumnya sudah bertemu dengan kandidat lain yang sama sekali tidak tersebutkan terlebih dahulu. Konon sampai tiga kali malah.
Salah satu aksi, safari, dan gerilya ke mana-mana itu AHY. Tentu  bukan hanya AHY single, ada SBY di sana. Nah beberapa hal yang menarik untuk dilihat adalah;
Satu, AHY selalu dengan SBY. Bertemu dengan Surya Paloh, konon sampai tiga kali. Sama sekali tidak ada nama AHY di dalam rekomendasi pengurus daerah Nasdem. Malah keluar nama Anies-Puan. Jauh banget, ke mana AHY?
Dua,tidak bisa lepas dari bayang-bayang SBY. Safari politik bersama SBY. Malah memperlihatkan bagaimana posisi AHY sebagai ketum kurang menjual. Apa-apa masih SBY. Publik bertanya-tanya, lha siapa yang mau maju sih?
Tiga, berkaitan dengan poin dua, padahal pemerintahan SBY terlihat kedodoran dibandingkan masa Jokowi yang memerintah. Publik boleh dong bertanya, apa yang mau dibut oleh AHY jika ia menang dalam pilpres nanti.
Empat. Bertemu JK, dengan keberadaan jarak jauh, menggunakan mikrophon, padahal satu ruang. Malah makin menegaskan bahwa posisi SBY dan AHY itu berjarak dengan JK. Hanya karena kepentingan politik dan pilpreslah mereka dengan terpaksa ketemu.
Lima, jika memang mereka dekat dan satu visi, SBY periode dua akan mengajak JK bukan ganti pasangan. Mau memperlihatkan bagaimana politik kepentingan saja yang membawa mereka kembali "bersatu."
Enam, Demokrat sangat kecil suara pemilihnya di pileg 2019, suara mereka tidak cukup signifikan bicara kadernya menjadi capres, ataupun cawapres. JK pada sisi lain bukan "pemilik" partai yang bisa ia arahkan untuk mengusung AHY bersama-sama. Â Pertemuan yang cenderung lebih basa-basi, kurang esensi.