Cukup menarik dan hangat pembicaraan mengenai spirit doll, adopsi boneka oleh  kalangan orang berduit. Tentu saja bukan barang gratisan seperti mengambil kucing dari tempat penampungan. Ini bisnis gede, karena banyak yang berbicara bisa mendatangkan rezeki. Mangga saja yang percaya itu benar terjadi.
Pada waktu yang hampir berbarengan, ada pembicaraan, jika Taliban di Afganistan memotong leher mannequin karena dianggap berhala yang tidak sesuai aturan agama. Silakan. Padahal konteksnya adalah pajangan, model, untuk menarik konsumen ketika melihat tampilan pakaian yang dikenakan itu seperti apa.
Tentu saja warga Afganistan, pemilik toko dan pemajang manequin bukan menyembah model plastiknya itu. Ini soal bisnis. Ingat, artikel ini  tidak bicara soal agama, namun perilaku beragama.
Berhalanya tidak salah. Baik-baik saja, toh membuat patung juga anugerah dari Tuhan Sang Pencipta. Masalah dan kesalahannya adalah menyembahnya. Malah menyembah berhala dan bukan yang lain.
Berhala-berhala zaman modern ini tidak mesti berupa patung, model atau mannequin, namun sangat mungkin adalah karir, viral, populer, atau hape. Â Bisa jadi malah agamapun bisa menjadi berhala. Mengapa? Orang hanya memuja ritual dan agamanya, namun tidak sampai pada Tuhan. Bagaimana waktu kita sebagian besar habis untuk fokus pada hal yang tersebut lebih dulu.
Sang Pencipta terlupa, hanya mendapatkan sisa-sisa energi dan waktu kita. Apa yang menjadi pusat perhatian adalah di  luar apa yang Tuhan kehendaki.  Toh tidak ada orang ngamuk, menghujat, dan mengatakan menistakan Tuhan, ketika orang mengejar kekayaan, popularitas, dan juga ritual keagamaan.
Populer, viral, materi atau harta, agama tidak ada yang salah. Namun apakah itu semua semakin membuat orang manusiawi dan mendekatkan diri pada Tuhan? Ini point pentingnya. Jangan malah sedikit-sedikit marah, penistaan, dan lapor polisi dengan demo hanya karena pemahaman mereka beragama dan Bertuhan berbeda.
Membenarkan segala cara di dalam mencapai tujuan, bisa kekayaan, popularitas, atau juga hidup beragama itu baik dan benar di mata Tuhan. Lihat, bagaimana orang demi popularitas kemudian mendeskreditkan, mengorbankan pihak lain, membahayakan nyawa dan kehidupan pihak lain?
Hayo lebih menistakan Tuhan yang mana coba dari sekadar bicara mengenai cara beragama namun merasa itu menyinggung cara mereka beragama yang berbeda. Begitu banyak kekacauan hanya karena perbedaan cara beragama.
Padahal sama-sama hasil penafsiran. Jika berbeda ya wajar dong, mengapa harus marah dan kadang katanya boleh menumpahkan darahnya. Padahal memahami teks itu tidak sesederhana yang terlihat. Konteks budaya, kebiasaan, adat istiadat, dan keadaan waktu itu juga jauh lebih penting. Mana bisa konteks berabad lalu kog dipersamakan dengan begitu saja.