Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebakaran Lapas dan Belajar dari Mak-mak Pengambil Susu

9 September 2021   21:51 Diperbarui: 9 September 2021   22:03 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah viral dan ramai-ramai menjadi bahan perbincangan cukup panas, akhirnya mak-mak yang mengambil susu dan minyak angin selesai dengan kekeluargaan atas pemilik toko. Kasus ditutup, dengan saling memaafkan. Apakah ini bijak dan tepat. Tidak. Mengapa? Mari kita ulik lebih dalam lagi.

Kisah ini sejatinya sudah sangat sering terjadi. Namun  penyelesaian kadang aneh dan lucu, bahkan pernah  hakim menangis memvonis nenek yang kudu membayar denda. Dendanya dibayar oleh hakim dan pengunjung sidangk,  patungan. Ini sebenarnya jauh lebih tepat, bahwa perilaku pidana, kriminal, maling, harus dihukum. Bentuk hukumannya itu yang menjadi penting.

Pidana tidak ada kata maaf. Namun, pengadilan, atau ketika belum sampai pengadilan memberikan jalan keluar, jika itu benar-benar demi kemanusiaan. Masalahnya adalah, apakah demikian itu sudah terjadi sebagai sebuah gaya bertata hukum di negara ini secara umum, atau masih kasus per kasus?

Jangan sampai kasus ini nanti menjadi yurisprudensi, pembenar secara hukum karena pernah terjadi. Masalahnya adalah tabiat bangsa ini yang mudah terbakar emosi, marah, pun trenyuh dan membela bak babi buta. Fakta kadang berbeda. Jangan sampai suatu saat, orang mampu kepergok nyolong mengaku anaknya mau mati. Ingat, Mensos Risma baru saja jengkel karena ada penerima bantuan itu rumahnya lebih gede dari rumah dinas beliau.

Padahal masih bisa meminta  kog. Masih banyak orang baik sebenarnya. Jangan berlaku kriminallah yang utama itu.  Orang dermawan  masih sangat banyak, dari pada yang kikir, namun karena terlalu fokus pada si jahat, orang-orang baik tersingkirkan dan seolah tidak ada lagi.

Ini soal mentalitas. Mental kere, pernah saya tulis bahwa banyak penerima bantuan itu kendaraan roda dua lebih dari dua, ada yang bermobil, namun tidak malu mengambil bantuan untuk rakyat miskin. Ini faktual lapangan. Jadi sangat mungkin juga terjadi, orang mampu maling untuk menghindari kasus hukum mengaku miskin. Perlu dicamkan benar-benar.

Penegakkan hukum yang sangat tidak jelas. Lihat hukuman untuk Pinangki, Nurhadi, atau Djoko Tjandra. Bagaimana aspek keadilan seolah sudah mati, padahal maling uang yang sangat besar. Mereka masih kaya, hukuman ringan masih banyak potongan, dan tidak akan kekurangan yang ada di rumah.

Kapolri pada masa awal jabatan mengatakan, restorative justice,  di mana tidak semua tindak pidana itu masuk bui dan pengadilan. Sepanjang masih bisa diselesaikan dengan baik-baik, kekeluargaan, dan mediasi, itu juga jauh lebih penting.

Bagaimana perangkat hukum di lapangan itu, apakah sudah taat azas, atau malah masih banyak yang mencari-cari celah untuk bisa mendapatkan keuntungan. Jangan sampai nanti bahwa kasus kriminal yang besar bisa diatur untuk bisa selesai di kantor tanpa berkelanjutan, namun ada uang atau amplopnya.

Ombudsman pernah melakukan pelacakan dengan menyamar sebagai orang yang mau mencari keadilan. Baru datang, sudah diajak kerja sama. Pihak Ombudsman heran, segila-gilanya makelar tidak pada kedatangan pertama sudah mau mempermainkan pasal dan kasus. Temuan yang menguap begitu saja. Nah, apa iya pihak-pihak yang demikian bisa diyakini bertindak lurus dan luhur?

Pilihan restorative justice memang sangat mungkin lapas tidak terlalu penuh. Kemarin, ada kebakaran lapas yang menewaskan 40-an lebih narapidana.  Apapun statusnya mereka tetap manusia. Alasan pihak terkait adalah kapasitas yang berlebihan.  Apa artinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun