Taliban Beneran Bisa Berubah?
Kemenangan Taliban mengambil alih kekuasaan di Afganistan cukup membuat banyak pihak berspekulasi mengenai reputasi mereka. Sekarang, suka atau tidak, toh banyak berseliweran propaganda yang menggambarkan kebiasaan Taliban.
Media, terutama media sosial ramai-ramai tayangan para pejuang, yang sebentar lagi menjadi militer Afganistan sedang naik mainan anak-anak. Gambaran bagaimana perilaku mereka yang kaget atau gegar budaya. Konon sudah dibakar. Ingat ini juga bagian propaganda pihak yang berbeda.
Sisi lain namun frame yang sama, bagaimana gelombang pengungsian dan evakuasi yang sangat mencekam juga begitu banyak berseliweran. Ini juga lagi-lagi adalah propaganda, juga kecemasan yang wajar dialami oleh warga Afganistan yang pernah di bawah kendali Taliban dan akan kembali di dalam kekuasaan pihak yang sama.
Rekam jejak yang memang tidak akan mudah diterima oleh warga yang memiliki keyakinan, cara pandang, apalagi politik yang berbeda. Mereka mengalami sendiri seperti apa perilaku milisi yang pasti akan menjadi militer itu.
Janji keterbukaan dan lebih moderat sangat mungkin bagi elit itu terjadi. Masalahnya apa iya bagi para pelaku di lapangan? Siapa yang bisa menjamin mereka akan berubah total? Atau siapa yang bisa memastikan mereka, selama ini senggol bacok kemudian menjadi sangat toleran pada perbedaan?
Ini bicara soal entitas politik, sama sekali bukan bicara agama. Ironisnya di negeri ini tercampur aduk dan menjadi kacau. Persoalan apa dianalisis dengan kaca mata apa, dan kemudian bertikai sendiri. Perebutan kekuasaan politik dan konon juga ada uang atau kekayaan alam yang sangat gede.
Artinya ini adalah kepentingan yang tidak ada kaitannya juga dengan agama. Ekonomi dan jelas didahului dengan politik. Lebih banyak yang tidak paham dari pada yang paham sebenarnya, juga pelaku di lapangan yang ada di sana.
Mulai juga pembicaraan bahwa Taliban mulai melakukan pembunuhan dan kekerasan yang lainnya. susah meyakini bahwa mereka akan bisa mengelola negara dengan semestinya. Mengapa?
Mereka ini tidak memiliki pemersatu yang bisa menjadi tali perekat untuk bisa duduk bersama. Lebih cenderung saling mengalahkan. Keakuan, mau suku, keyakinan, atau apapun itu dominan. Jadi tidak bisa bicara, yang ada adalah kalah dan menang. Perang.