4 Tahun Penjara Bagi Rizieq Shihab
Vonis untuk Rizieq Shihab untuk kasus ketiga sudah dijatuhkan. Angka empat tahun ini sangat wajar karena tuntutan jaksa enam tahun. Sudah dua pertiga tuntutan. Pro dan kontra itu biasa, apalagi bangsa ini memang demen banget mengani hal itu.
Ada beberapa hal menarik yang bisa dilihat lebih dalam, bagaimana persidangan ini memberikan gambaran utuh peta politik bangsa ini. Susah melihat masuknya Rizieq Shihab dalam pusaran kasus demi kasus itu lepas dari keadaan politik.
Ingat, bukan berarti kasus hukum ini politisasi atau korban politik. Tidak demikian. Rizieq memang melanggar hukum, sebagaimana vonis, dan ini adalah ketiga kalinya. Mana penguat fakta keraguan soal ini dibawa ke ranah politis?
Keberadaannya itu karena politik. Mengail di air perpolitikan berbangsa. Ini yang menjadi aktivitas lebih kuat dari Rizieq Shihab dan organisasi yang sempat besar dan kini terlarang FPI. Â Lihat saja bagaimana pembelaan dari kasus demi kasus Rizieq lebih banyak tokoh dan lembaga politik dari pada agama.
Salah satu dasar tulisan ini menyoal keberadaan kasus Rizieq lebih kuat masalah politik, namun bukan politisasi. Â Beda jauh, politisasi, ketika alasan tindak pelanggaran hukum itu dibuat-buat, bahkan tidak ada.
Polikus pada posisi oposan yang lebih kenceng memberikan pembelaan samar. Meminta pembebasan dengan berbagai dalih, cenderung  kerasa basa-basi, bukan upaya sungguh-sungguh. Terbaca, hanya sekadar memberikan jawaban ketika Rizieq dkk mempertanyakan, di mana ketika ada kasus hukum. Rekam jejaknya ada, itu saja. Lebih jauh tidak ada.
Pembelaan Rizieq yang ke mana-mana, tidak fokus, dan sekadar menarik-narik nama besar, untuk menyelamatkan diri memberikan bukti kalau ia sejatinya tahu. Pelanggaran hukumnya berimplikasi berat. Jika ia tidak tahu, jelas tidak akan menarik-narik, Ahok, BIN, Tito, dan banyak elit lainnya.
Agitasi soal pengikutnya yang tidak terima dirinya dihina jaksa berkaitan dengan sebutan imam besar, ternyata tidak banyak berdampak. Â Pengepungan ke pengadilan negeri ketika vonis tidak cukup signifikan.
Padahal ajakan dan seruan untuk itu sudah cukup riuh rendah. Memang dalam media sosial susah terukur dampak nyata yang sekiranya terjadi.
Apa yang kira-kira menyebabkan hal ini?