PDI-P, Jangan Ahok-kan Ganjar!
PDI-P melakukan konsolidasi di Semarang, tanpa mengundang Ganjar Pranawa, sebagai kader, Gubernur Jawa Tengah, di depan mukanya. Hal yang aneh dan lucu, ketua Bapilu mmengatakan Ganjar pranawakeminter dan obsesif menjadi presiden.
Bisa saja demikian. Asumsi dan  spekulasi sangat mungkin ke mana-mana. Hal yang wajar sebagai pemain politik. Apa yang tampak di permukaan dan apa yang mau disampaikan sangat mungkin berbeda.
Apa yang bisa hanya asumsi, perkiraan, dan sangat mungkin bisa menjadi spekulasi. Namun, rekam jejak menjadi kepingan-kepingan yang sangat mungkin memperkirakan yang paling mendekati.
Kini, riuh rendah lini massa media sosial mengenai Ganjar Pranawa tidak diundang padahal di Semarang. Sudah mulai pula ancaman, gaungan, bahwa PDI-P akan tenggelam. Kemenangan 2014 Â dan 2019 itu Jokowi effek, tidak semata kinerja banteng moncong putih. Wajar saja.
Faksi dan keinginan di dalam dinamikan partai politik itu sangat biasa, wajar, dan bukan barang luar biasa. Jangan sampai malah lewat momentum karena kesalahan mengambil keputusan. Ingat pilkada DKI sedikit banyak kehilangan daya saing karena PDI-P "terlambat" dalam mengatakan iya, untuk Ahok-Djarot. Pada sisi lain Edy Pras sudah "kampanye" buruk soal Ahok.
Nah, jangan sampai terulang, kini, ketika jauh lebih krusial, dan lebih seksi hal yang sama terulang. Â Mengapa demikian?
Ganjar Pranawa sudah ada di depan oleh hasil survey. Ini karena kinerja dan juga di dalam merespons keadaan itu baik dan tepat. Terbaru soal Hari Kebangkitan Nasional dengan lagu Indonesia Raya. Di tengah krisis nasionalisme, ia bersama Sri Sultan mengambil momentum dengan bagus.
Jawa Tengah, di tengah lesunya ekonomi dunia, jauh sebelum itu juga sih, investor suka karena Jawa Tengah relatif sepi dari demo aneh-aneh, UMR bisa relatif rendah, dan kebutuhan hidup juga tetap pada posisi yang terjangkau. Hal yang membuat pengusaha  nyaman dan aman tentu saja.
Hal yang sangat tidak mudah dilakukan pemerintah daerah lain. Tidak heran banyak pabrik dari Jawa Barat dan Jakarta yang memilih Jawa Tengah. Keuntungan kedua belah pihak diperoleh. Pengusaha aman, rakyat Jawa Tengah mendapatkan pekerjaan.
PDI-P perlu sadar, bahwa Jokowi efek lebih gede pemilihnya, dan melimpah pada PDI-P bukan sebaliknya. Lihat saja apa yang dilakukan Ribka Tjiptaning ketika menolak vaksin. Atau Masinton yang riuh pada periode lalu.  Ini yang perlu disadari oleh  partai.