Save Palestine, Palestina Terluka, Mengapa Tidak ada Yaman Merana atau Save Yemen?
Ingat, ini bukan soal rasis, sara, atau karena afiliasi agama, ini soal kemanusiaan. Camkan dulu ini, dari pada sewot di komentar, kadang tidak nyambung dengan isi artikel. Tidak ada yang salah save atau bentuk dukungan, ataupun solidaritas. Sepanjang itu kemanusiaan, membantu manusia lepas dari embel-empel politis agamis.
Siapapun korbannya tanpa memandang latar belakang si korban apalagi pelaku. Nah ini yang menjadi pertanyaan sangat besar dan mendasar. Mengapa Yaman tidak banyak yang mendengungkan itu sebagai kejahatan kemanusiaan? Jauh lebih banyak keturunan dari Yaman di sini dari pada Palestina? Sekali lagi ini bukan soal rasis, tidak juga menyoal rasisme, namun kemanusiaan mereka, atas saudara yang sempat memiliki talian kekerabatan.
Kemarin begitu masif lewat di lini massa media sosial, photo sangat ikonik, ketika ada sukarelawan atau ngarepwan yang sedang menenteng kardus dengan tulisan solidaritas Palestina, atau sejenis itu, di sampingnya ada bapak-bapak mengemis, dengan kondisi yang jelas terlihat mengenaskan.
Ini membahas photo tentu dengan asumsi, yang di sebelahnya itu, jangan harap akan mendapatkan gumpalan biru atau merah, akan jauh berbeda dengan yang kardus dengan tulisan Palestina. Â Hijau pun akan sulit kecuali hijau KW dengan nol tiga, itu paling-paling yang diterima si bapak. Bisa diperkirakan yang menggunakan kardus itu kebalikannya, hijau jauh lebih gede dan itu dominan, di bawah itu relatif kecil.
Mengapa Yaman yang jauh lebih parah tidak menjadi perhatian, berbeda dengan Palestina, yang dampaknya relatif kecil begitu heboh? Ini bukan bicara soal besar kecilnya korban. Manusia tetap manusia, hanya menjadi penguat, solidaritas macam apa, ketika yang lebih memprihatinkan malah tidak menjadi perhatian utama, terdengar aksi pun tidak.
Yaman bertikai dengan Arab Saudi. Siapa di sini yang berani melawan Kerajaan Arab Saudi? Ini masalah yang sangat krusial. Paling teriaknya nyalahin Amrik dengan segala asumsi dan tendensi yang kadang ngaco.
Konflik Yaman satu golongan, agama sama, tidak akan bisa menjual, berbeda dengan Israel dengan Yahudinya. Menjual perselisihan yang berujung pada kebencian. Ini miris sebenarnya. Ada agenda lain yang mengatasnamakan kemanusiaan, solidaritas, dan juga agama malah.
Kalau memang kemanusiaan sepenuhnya tentu Yaman akan menggalang dana solidaritas juga. Mereka lebih dulu hancur, tetapi toh seolah diam saja. Apalagi. Pelaku yang membuat narasi di sini juga identik. Orangnya itu-itu saja, dari kelompok yang sudah terbiasa menggunakan narasi sektarian. Apakah ini asumsi? Sedikit banyak iya, tetapi ada dasar yang melatarbelakangi melihat itu sebagai sebuah kebijakan.
Tanpa adanya sentimen antikelompok, dampak yang didengungkan akan sangat berbeda. Belum lagi permainan politikus partai politik yang mencari panggung. Barisan sakit hati yang meluapkan kekecewaan dan dendam terselubung mereka.
Publik yang masih saja terlalu lugu melihat apa-apa kesamaan agama, tidak mau tahu apakah benar demikian, rekam jejak para penyeru dan pengumpul. Pun diperjelas bahwa ada tayangan media sosial, bahwa duta besar Palestina pernah, ingat pernah mengatakan tidak menerima sumbangan apapun. Pernah pada masa lalu, yang tayang ulang ketika momen sangat tepat ini.