Selamat Hari Pendidikan Nasional bagi insan Pendidikan Indonesia
Menjelang peringatan hari  Pendidikan Nasional, eh malah sangat tenar pemberitaan dan pembicaraan mengenai babi ngepet. Lini massa media sosial, mungkin juga televisi, lha sudah berbulan-bulan tidak nonton televisi.
Media apapun itu hampir pasti riuh rendah menyajikan soal babi ngepet ini. Sejatinya persoalan  babi ngepet itu sudah setua manusia dalam bergosip. Mana pernah ada sih pesugihan,atau cari kekayaan dengan cara tuyul, ngepet, atau apapun itu.
Semua kan hanya konon, prediksi, asumsi, dan akhirnya gosip semata. Pembuktian siapa yang bisa. Â Toh, uang hilang banyak cara dan banyak sebab. Orang kaya tanpa kerja atau keluar rumah saat ini begitu melimpah pekerjaan demikian.
Seorang mantan sopir bis malam, berubah haluan menjadi desainer khusus logo. Kelasnya internasional, bayaran dollar. Ia mengajari tetangganya sehingga kampungnya menjadi kampung desainer logo. Tanpa keluar rumah uang sampai rumah.
Memang pekerjaan petani tetangga tokoh itu masih dijalani. Malam-malam mereka berburu order dan dollar. Masih tidak begitu kentara, mereka masih keluar rumah. Â Toh orang bank, mereka tentu terdidik saja masih terusik dan tergoda untuk bertanya mengapa dollar si tokoh demikian banyak.
Suatu hari, terbersit, bagaimana pendapat tetangga, mengenai aktifitas saya yang kebanyakan di rumah. Rekan-rekan datang, bukan saya yang pergi, termasuk juga uang. Mereka ternyata bergunjing juga, tiap hari jajan, tidak pernah keluar uang dari mana. Ha...ha...ha..
Apalagi sekarang bersama teman main toko daring dengan sistem dropship. Tanpa perlu ke mana-mana, adanya internet dan hubungan dunia maya. Semua terhubung via internet. Selesai urusan tanpa ke mana-mana.
Tidak semata keluar rumah, hanya di depan layar semua terjadi. Doit ke rumah.
Pegangan Android, Pola Pikir Sempit
Isu babi ngepet terjadi karena memang sangat terbuka kebiasaan masyarakat kita. Lihat saja lebih banyak berha ha hi hi, ngegosip, kalau dulu petanan, metani kutu rambut sambil metani tetangganya satu demi satu.
Kini, ketika era android, metani itu berkembang. Semua tersedia di media canggih itu. Mirisnya, pola pikirnya masih sangat jadul. Â Apapun menjadi bahan pergunjungan, dari artis, pengusaha, penguasa, dan juga tetangga.
Pasar demikian besar, sehingga membuat seorang tokoh setemat untuk menjadikannya lahan bisnis. Ini sih pansos, menjual bualan soal kesaktian. Hal yang sangat banyak terjadi dalam dunia sekeliling kita.
Politikus dan pemain media sosial biasanya menyerang tokoh besar untuk mendapatkan panggung. Nah, kalau orang kampung biasanya membual. Kadang mereka ini tidak merugikan secara materi kog. Demi mendapatkan simpati, wow, atau keyakinan warga. Kek ABG yang sedang pedekate lah.
Ini yang disasar si penebar isu babi ngepet. Mereka merekayasa cerita, hal yang  sama juga terjadi dengan makam-makam di banyak daerah.  Cenderung bombastis, bualan, dan kehebohan.
Apa kaitannya dengan Pendidikan Nasional?
Ini masalah yang dianggap angin lalu. Kehebohan model begitu menjadi konsumsi besar-besaran. Padahal apanya yang aneh? Tidak ada, hanya orang membual. Â Ini kan soal pengetahuan masyarakat yang rendah.
Bergosip itu karena waktu luangnya berlebihan. Minim kreatifitas. Isinya ngurusi liyan, padahal begitu banyak hal yang bisa dilakukan, jika mau maju. Membaca, menulis, menuangkan gagasan dan ide dengan bertanam, berkebun, atau minimal menjahit.
Lha mencuci enggan, setrika ogah, tapi bergosip semangat. Ini masalah yang perlu dicermati dan akhirnya dicarikan kesibukan. Tetangga sibuk malah dijadikan bahan gosip. Ribet.
Sikap kritis yang ngaco. Lihat saja mak-mak yang ribut di medsos. Tidak jarang malah berujung bui. Padahal energi mereka bisa disalurkan untuk yang lain. Sayang  energi, paket data hanya dipakai untuk ha ha hi hi tanpa menghasilkan.
Padahal coba buka akun media sosial yang bisa menghasilkan uang. Emang harus kerja keras sih. Tetapi kan menghasilkan.
Belum lagi soal pendidikan danbudaya. Bagaimana orang tidak lagi tahu adab dan adat. Tidak ada lagi soal sopa santun, tanggung jawab, dan sikap bisa dipercaya. Lebih banyak teriak, memaki, dan menuding. Membela bak babi buta yang sama, dan menjadikan yang berbeda sebagai musuh.
Keteladanan dari elit, yang demikian gencar di media, menjadikan anak bangsa ini makin ngaco. Ini jangan dianggap sepele. Mudahnya orang meminta maaf dan mengulangi itu perlu pendidikan sangat dasar.
Mabuk agama dan politik. Lagi-lagi ini soal enggan kerja keras. Enakan melihat hal yang sensasional. Ikut-ikutan tanpa tahu makna dan akhirnya penjara.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H