6 Teroris dan Perusuh Mako Brimob Dijatuhi Hukuman Mati dan Perjuangan
Rusuh Mako Brimob beberapa tahun lalu baru selesai vonis bagi para pelaku. Enam orang dipidana mati. Ini jelas tambahan atas hukuman mereka sebelumnya. Dibina di tahanan malah rusuh dan membunuh polisi juga. Wajar hukuman tambahan mati.
Menarik adalah, mereka tidak banding. Menerima hukuman itu sebagai sebuah konsekuensi logis atas perbuatan mereka. Lepas mau dianggap sebagai jihat, perjuangan, atau apapun namanya. Pokoknya hukum sudah berkekuatan tetap.
Layak ditunggu adalah, apa yang akan para "oposan" dan  barisan sakit hati pemuja salawi akan bersikap. Jangan-jangan Komnas HAM pun akan berteriak, Presiden melumuri tangannya dengan darah. Memilukan.
Tentu bukan hendak memuji para terpidana, namun mereka jauh lebih ksatria dari pada para politikus dan oposan yang teriak-teriak, namun masih tetap saja munafik. Lihat saja mereka seolah-olah membela, dalam satu sisi mencela negara di mana mereka makan dan minum dari tanah air ini.
Perjuangan dan konsekunsi. Sekali lagi ini bukan pembela atau malah memuja teroris. Namun mereka ini berani menanggung risiko. Berbeda dengan para petualang politik yang bermuka dua itu. puja-puji bagi teroris, namun mereka sendiri jauh dari sikap berani menanggung risiko, bahkan hanya lapar atau miskin mungkin.
Padahal banyak kalangan model demikian itu. Menunggangi isu yang bisa dipakai untuk mendeskreditkan pemerintah. Itu kek hobi bagi mereka. Â Orang dan lembaganya ya itu-itu saja sih sebenarnya, tapi memang begitu nyaring terdengar, karena penggunaan medsos dan media.
Sayang sebenarnya. Mereka seolah memberikan semangat, dorongan, atau doping bagi perilaku ugal-ugalan teroris. Kalau dilakukan penegakan hukum akan ngeles, pemerintah antikritik, represif, dan kebebasan bersuara.
Padahal kebebasan bersuara itu berbeda dengan asal bersuara. Bagaimana tidak, sikap bertanggung jawab juga seharusnya ada dan melekat dengan klaim kebebasan bersuara. Contoh, kita bebas kog masuk ke sungai, konsekuensi logisnya adalah harus bisa berenang. Jangan menyalah arusnya kalau memang tidak bisa berenang. itu ngaco namanya.
Selama ini, apa yang dilakukan oposan itu ya masuk sungai tidak bisa berenang, tidak mau tenggelam. Baru saja basah sudah menyalahkan sungainya. Susah sih menghadapi anak-anak yang sok tahu. Ketika diberi tahu merasa sudah tahu dan lebih tahu.
Susahnya menyelesaikan terorisme, ya karena pendekatan politis dan agamis, yang sejatinya berbeda ideologis, hanya karena memiliki pola pikir sama menjadikan pemerintah sebagai target. Orang dan lembaganya juga yang sama. Lihat saja, siapa-siapa yang bicara dan ke mana arah atau muaranya.