Demokrat Perlu Diruwat?
Miris melihat isu dan fakta yang berseliweran mengenai Demokrat. Isu atau klaim kudeta yang masih bergulir dan melebar. Kini malah ada ancaman penenggelaman dari tanah Flores.
Bisa dipahami mereka marah dan menganam demikian. Adanya bendungan itu sebuah berkat luar biasa di mana air susah, kini ada harapan.
Lontaran jawaban atas pernyataan Benny K Harman bisa dipahami. Ini soal hati dan kepedulian. Tidak soal politik. Mereka membalik, apa yang sudah Benny dan SBY lakukan?
Cenderung iri dan malu sebenarnya. Nah ketika yang iri ini meradang, balasan oang sangat beragam. Blunder oposan sebenarnya.
Internal malah ada yang mengajukan ide yang memilukan. Meminta AHY mundur dan malah meminta EBY dengan Moeldoko sebagai penggantinya. Jauh lebih realistis, jika EBY yang maju. Kalau Moeldoko ya sama dengan AHY, syarat keanggotaan belum terpenuhi.
Belum lagi jawaban Moeldoko masih akan bersikap. Jadi, ada sebuah keadaan yang bukan tidak mungkin sangat sullit bagi Demokrat. Menambah musuh dengan berbagai perilaku oposan. Ini blunder.
Jauh lebih baik adalah konsolidasi. Perbaiki komunikasi dan sikap politiknya. Bukan malah waton sulaya di hadapan pemerintah. Sudah ada tekanan, kalau Menkum HAM tidak boleh menesahkan hasil KLB. Lha KLB bisa dari mana ketika semua elit adalah kerabat SBY.
Tanda panik yang mirip orang tenggelam diperlihatkan Pak SBY. Pameo satu musuh terlalu banyak itu tidak sepenuhnya bisa ia lakukan. Malah menebarkan musuh.
Ada kecenderungan orang hanya ABS dan menampilkan muka dua di hadapan. Lagi-lagi menjadi masalah berkepanjangan bagi Demokrat. Tidak tulus dan tampil tidak apa adanya. Pokoknya bapak senang, mau buruk tidak peduli.
Oposan itu baik dan harus memang. Mengritik pemerintah itu juga harus, namun ketika tidak berdasar, ya malah antipati yang diperoleh. Padahal ada kemungkinan suara dari ekspendukung HTI-FPI yang bisa diraih Demokrat. Eh malah membuang yang ada di NTT.