Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY dan Rachland Nashidik, Lagak Oposan dan Revisi UU ITE

21 Februari 2021   15:29 Diperbarui: 21 Februari 2021   15:48 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang identik dilakukan Rachland Nashidik yang mengidentikan makam Gus Dur dengan museum SBY, soal penggunaan anggaran negara. Usai mendapatkan somasi dan pembicaraan amat masif, ia meminta maaf dan menjelaskan panjang lebar dan meminta maaf.

Hal-hal yang selalu terulang, ketika pihak yang menarasikan paham dan mengklaim diri oposan, mendapatkan penegakan hukum ujungnya minta maaf, mengaku dipelintir media, atau tidak bermaksud demikian. 

Jika kasus berlanjut akan membuat wacana kriminalisasi atas kebebasan berpendapat. Padahal jauh berbeda. Bandingkan kata-kata Rocky Gerung,

Revisi UU ITE lebih dulu revisi otak Jokowi. Ini benar kritik, kebencian, atau asal bicara. Kita telaah lebih dalam lagi. Siapa pembuat UU? Pemerintah bersama dengan DPR. Mengapa hanya menyoal otak Jokowi, kritik itu akan mengatakan coba cernak dulu otak presiden, ini masih kasar, namun sudah bisa dipahami sebagai kritikan. Menyebut nama, dan melepaskan pihak-pihak yang berkepentingan jelas sudah ngaco.

Lebih baik dan benar lagi, perbaiki dulu pola pikir pemerintah dan dewan, kalau mau melakukan revisi pada UU. Ini dua lembaga, bukan pribadi Jokowi saja. Ingat Jokowi itu presiden, kepala pemerintah dan kepala negara, bukan pribadi. Jika Jokowi sebagai pribadi, pasti akan ada narasi Jokowi otoriter.

Ada tiga model oposan dalam bersikap. Mikir belakangan, pokok omong dulu. Ketika sudah kepentok kasus akan mengaku terzolimi, dipelintir media, dan kalau sudah tidak lagi bisa berkelit akan mengaku khilaf dan meminta maaf.

Jangan kaget kalau akar rumput juga meniru demikian, dan polisi akhirnya kewalahan menerima aduan dan sibuk dengan hal-hal remeh yang sejatinya semata karena emosional. Jika sedikit saja menggunakan nalar, sedikit saja lebih rasional, hal-hal demikian tidak akan terjadi.

Berani menang tidak siap kalah, telah menjadikan republik ini gaduh. Elit yang kekanak-kanakan menjadikan rakyat juga jengkel dan ikutan latah. Hal yang menghabiskan energi, seharusnya lebih banyak energi positif yang tersalurkan, bukan malah menghabiskan energi untuk hal-hal sepele.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun