UU Pemilu dan Dilema Anies Baswedan, Agnes Mo Menguntit
PKB sih tidak usah dianggap serius. Pinter membuat gebrakan untuk menarik simpati publik, tetapi bukan secara esensial dan mendasar apalagi lama. Hanya temporer, sesaat, yang penting banyak suara. Cak Imin memang juara soal ini. Anggap saja lelucon dan sebuah dagelan politik, memecah suasana politik yang keras dan panas.
Agnes Mo jauh lebih baik mengembangkan karir di dunia internasional. Politik, bidang yang jauh dari latar belakangnya. Lihat saja, berapa banyak pemusik, pemain seni peran, penyanyi yang beralih menjadi pejabat atau anggota dewan, berapa yang berkontribusi besar? Paling-paling hanya Rieke, lainnya hilang hanya menjadi "pajangan." Malah jangan sampai seperti Zumi Zola atau Angelina Sondaak. Semua paham bukan muaranya?
Soal artis tidak usah dibahas lebih lanjut. Lebih mendasar adalah keberadaan Anies yang akan menjadi serba salah pada 24. Mengapa?
Dilema mau pilpres atau pilkada. Peluang untuk pilpres sangat kecil. Sudah habis dengan dinamika parpol, PT, dan calon yang ada. Publik tentu paham, siapa-siapa saja yang memiliki peluang, siapa yang ngebet, dan siapa yang aman atau hanya bisa ngarep tanpa bisa berbuat banyak.
Keberadaan Anies yang nonpartisan itu sangat lemah, bukan malah menjadi kekuatan untuk bisa menarik banyak parpol untuk mengusungnya. Rekam jejakanya, baik karya atau perilakunya yang telah mempersempit diri dan potensinya. Susah melihatnya bisa menjadi magnet bagi banyak pihak untuk bisa menjadi rebutan.
Pilkada DKI jauh lebih realistis, dengan asumsi, parpol tidak tega dan berharap pendukung fanatis Anies ikut menjadi bagian dari pengusung capres. Hal yang lebih mudah diterima akal, karena melihat sepak terjangnya selama ini.
Pilpres, paling mungkin hanya tiga pasang calon, itu pun jelas dengan berbagai-bagai cara, siasat, Â dan langkah politik yang kadang tak terduga. Paling mungkin hanya dua pasang kandidat lagi. Ada PDI-P dengan gerbongnya, paling dengan Gerindra dan gerbongnya pula. Apalagi jika mereka bersatu, sangat mungkin Golkar menjadi alternatif bersama partai-partai menengah lainnya.
Keadaan masih sangat cair. Lha bisa menjelang 24 KPK, kejaksaan, kepolisian berlarian menangkap kandidat yang kini santer terdengar. Ini bukan tidak mungkin. Konstelasi menjadi berubah dan berbeda jauh.
Kembali pada Anies. Â Melihat laku politiknya selama ini, ia tidak mendapatkan dukungan penuh parpol. Lihat saja dalam aneka isu dan keadaan, dibiarkan begitu saja menghadapi keadaan. Gerindra juga tidak merasa ia adalah kadernya. Jelas terlihat dengan menempatkan Riza menjadi wakilnya.
PKS partai kader, sepanjang bukan kadernya jangan harap akan mendapatkan pembelaan. Keberadaan Anies hanya menjadi tumpangan semata. Tanpa memiliki beban dan dukungan moral sama sekali. Tetapi jika memang membawa banyak keuntungan, PKS jelas akan mendukung.