AHY dan Nasi Goreng
Cukup ekstrem perbedaannya, AHY adalah ketua umum partai Demokrat yang pernah menang dalam pemilu dan memiliki presiden dua periode yang sekaligus pemilik partai mercy. Hal yang sangat mudah untuk mengantar menjadi apa saja. Hanya saja, sampai saat ini nasi goreng SBY sekaligus AHY itu masih cukup hanya internal.
Narasi yang disampaikan elit Demokrat mengatakan itu hobby Pak SBY yang biasa dinikmati intern, lingkaran utama SBY, bersama jaringan khusus mereka, LavAni. Semua gamblang memperlihatkan makna yang ada. Masih seputar intern, dan pelaku utama SBY.
Kapan AHY independen dan otonom? Susah melihat itu akan terjadi dengan melihat pola pendekatan SBY dan juga kepribadian AHY sendiri. Dilema yang seolah belum disadari keduanya. Padahal dengan melepaskan AHY dengan sepenuhnya untuk tampil sebagai dirinya sendiri jauh membantu. Nama SBY masih melekat, namun dengan sikap dan pilihan perilaku SBY selama ini, AHY justru tenggelam.
Awal-awal kalah pada pilkada DKI sudah kelihatan langkah taktisnya sendiri. Safari politik ke mana-mana sebagai AHY, tanpa embel-embel SBY, cukup menjanjikan. Lebaran politik dan berphoto dengan tokoh-tokoh sentral, Puan misalnya itu generasi yang setara, tanpa melihatkan Mega atau SBY di sana. Biar yang muda dan yang segenerasi berjumpa untuk bisa mempertontonkan eksistensi mereka.
Beberapa waktu terakhir, politik AHY sangat lekat model atau malah kalau tidak terlali kasar hanya menjadi corong SBY. Malah SBY juga ikutan lebih kenceng bersuara, sehingga AHY tenggelam. Sangat disayangkan potensi besar keduanya malah saling meniadakan, padahal jika kolaborasi justru menjadi dua kekuatan yang lebih dasyat dan besar. Â Bisa banget, kelemahan ditutupi dengan kekuatan pihak lain, kali ini malah keduanya mempertotonkan kelemahan keduanya. Membangun kekuatan bukan malah menegasi kekuatan masing-masing.
Pilihan sudah dipilih kedua pihak, dan jalan itu sudah ditempuh. Mau besar bisa langsung meraih yang gede, namun juga bisa dengan menapaki anak  tangga demi anak tangga. Proses masing-masing bisa bermuara pada hasil yang sama, namun juga bisa lain. Kesetiaan pada  proses, kemauan kerja keras, dan spiritulitas yang mantab akan memberikan pembeda.
Layak dilihat ke depannya, kedua generasi muda ini akan seperti apa. Waktu itu tidak bisa berkhianat, sama juga tidak bisa dipaksakan.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H