Dikotomis. Hal yang sangat biasa dijadikan cara melihat persoalan. Kampanye, debat, dan afiliasi politik selalu saja demikian. Phaknya pasti benar dan rival pasti salah. Padahal ada alternatif, di tengah-tengah. Benar, bahwa tidak ada yang obyektif sepenuhnya dan lepas kepentingan, tetapi mencoba melihat dengan kaca mata yang lebih jernih masih bisa.
Tanpa perlu merendahkan dan  membandingkan. Ini jelas lebih bijak, aman, dan tepat. Ada sebuah olok-olok, tidak pernah ada perokok itu berantem apalagi sampai laporan polisi hanya karena beda selera. Mereka tidak pernah membandingkan bahwa rokoknya lebih enak dan merendahkan selera pilihan rekannya.
Paradgima kecap. Iklan kecap nomor satu, tidak ada yang mengatakan nomor dua dirinya. Tetapi mereka tanpa harus merendahkan merk lainnya. Otomotif demikian juga, selalu di depan, konsumen sudah tahu, tanpa merk A mengatakan B di belakangnya. Hal model demikian yang perlu dipelajari politikus dan yang biasa berpolitik, sehingga tidak meninggikan diri dengan cara merendahkan rival.
Beberapa waktu lalu ada sebuah  ilustrasi di mana seorang guru menggambar garis dan meminta muridnya untuk membuatnya lebih pendek. Murid-murid biasanya akan menghapus garis itu sehingga lebih pendek. Ada satu siswa yang membuat garis sendiri lebih panjang, sehingga garis milik gurunya lebih pendek.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H