Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kala HAM Dimaknai Sesuka Hati

15 Januari 2021   15:37 Diperbarui: 15 Januari 2021   15:48 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Benar HAM untuk tidak bermasker, tetapii itu kita tunda karena pandemi ini, virus ini menyebar salah satunya dengan adanya letupan air liur atau cairan mulut, hidung, dan mata, kepada orang lain. Melanggar HAM ketika sedang baik-baik saja dipaksa untuk ini dan itu. jangan lupa juga poin di atas, orang lain juga punya HAM untuk merasa aman ketika orang lain juga mengenakan masker.

Aneh dan lucu lagi, pengacara MRS ketika berbohong berdalih HAM. Hak pasien untuk tidak mengatakan hasil uji kesehatan itu dalam kondisi normal. Misalnya hamil di luar nikah, tidak bisa dipublikasikan. Atau terkena AIDS, toh ppositif covid juga bukan noda, tidak dipublikasikan juga bisa, masalah adalah ketika memanipulasi, mengatakan hal sebaliknya dengan apa yang terjadi. Berbeda dengan diam saja. Itu hak yang dilindungi. Menyebarkan kebohongan apakah tidak melanggar HAM?

Ah jangan-jangan besok kamu yang menghamili gadis itu ya? Saya dilindungi HAM tidak akan mengakui, padahal DNA sudah ada dan nyatanya benar. Itu bukan HAM, tetapi ngaco, berdalih HAM demi kepentingan sendiri.

Istilah saja masih kacau dan mengacaukan diri demi mendapatkan keuntungan. Ini soal yang sederhana namun mendasar. Pendidikan dan pengajaran agama ada persoalan, sehingga memilah dan memilih saja tidak bisa. Usai reformasi seolah semua-mua adalah bebas. Tidak ada kebebasan mutlak sepanjang di dunia ini.

Komnas HAM dan komnas yang lain pun kadang mengajarkan hal yang aneh, kacau, dan seolah mengawal kekacauan itu karena agenda tertentu. Jangan tanya kalau politikus dan oranag-orang politik, mereka memang besar karena memainkan narasi.

Revolusi akhlak memang mendesak untuk meluruskan pemikiran kacau seperti ini. Bagaimana bisa orang bisa seenaknya sendiri menafsirkan HAM masing-masing. Ya kacau. Buat apa ada hukum, pemerintah, aparat, jika SJW, LSM kadang lebih kuat di dalam menekankan kebenaran versi mereka. Ingat kondisi bangsa ini sedang dalam kondisi normal, relatif baik-baik saja, bukan negra otoriter yang tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Rekam jejak pemerintahan ya masih normal, bukan pelaku kecurangan yang sangat masif dan memberikan petunjuk yang penuh kamuflase dan kemunafikan yang setiap saat terjadi.

Sekali lagi, tidak ada kebebasan mutlak sepanjang di dunia. kebebasan itu juga tersekat oleh kebebasan pihak lain, nah aturan, perangkat UU, pemerintah itu menjamin kebebasan itu untuk menjaga tertib bersama.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun