Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

7 Fakta di Balik Kejanggalan Jawaban Kedubes Jerman

24 Desember 2020   11:40 Diperbarui: 24 Desember 2020   12:00 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penegakan HAM ya harus dengan HAM, jangan standart ganda mengatasnamakan HAM dengan melanggar HAM. Ke mana nurani mereka jika demikian. Perilaku sewenang-wenang itu sudah jadi adat laku FPI dan kawan-kawan. Ketika polisi malah dianggap pelanggar HAM, layak dipertanyakan. Berkaitan dengan itu, laik dilihat pada point tujuh.

Ketujuh. Lha kematian baku tembak dengan polisi itu pelanggaran HAM. Bolehlah sebagai sebuah wacana dan keberpihakan, namun ke mana Kedutaan Jerman ketika ada warga Sigi digorok? Mereka tidak dengarkah? Jelas-jelas perilaku teroris kepada warga sipil. Jelas, terang benderang, tidak ada keraguan. Pelanggaran HAM oleh teroris kepada masyarakat yang tidak bersenjata.

Jelas saja Sigi tidak akan seksi bagi Barat dan kepentingan mereka. Suka atau tidak, perilaku dan aksi diplomat Jerman ini bukan spontan dengan alasan HAM. Ada agenda yang memang disengaja dengan sangat terbuka, vulgar, kedatangan dengan kendaraan resmi, pelaku tanpa samaran sama sekali.  Kepentingan apa dengan itu, ujungnya bisa diperkirakan mengenai.

Nikel. Paling rugi adalah Barat dengan keberanian pemerintah RI untuk melakukan produksi mandiri, bukan ekspor bahan mentah sebagaimana selama ini. Padahal itu  masa depan dunia, dan mereka maunya adalah pihaknya yang mendapatkan keuntungan. Kondisi demikian memang masih menjadi paradigma kuat bagi Barat. Penguasaan kawasan ala lampau tidak bisa. Namun menguasai kekayaan alam dengan regulasi yang mereka rancang masih sangat masif.

Sayangnya adalah masih banyak warga negara, lembaga atau organisasi di dalam negeri yang masih mau menjadi antek atau kepanjangan tangan pihak asing yang mau menguasai kekayaan negara sendiri. Mereka ini mikir pendek, yang penting aku, kelompokku, dan mana peduli dengan negara.

Pendekatan demikian sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan, termasuk para elit dan penguasa negeri. FPI menjadi alat yang membuat keadaan kacau, lemah, dan kesempatan tidak stabil dimanfaatkan mereka. Kondisi membaik yang jelas merugikan mereka yang biasa mendapatkan keuntungan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun