Kata yang dipakai menyerah itu sangat krusial dan menggambarkan keadaan Rizieq yang benar-benar habis, tidak lagi berdaya untuk bisa sekadar mempertahankan diri. Upaya-upaya lanjutan yang dilakukan pengikut dan para elit oposan sih malah makin membahayakan Rizieq. Politikus yang berseru-seru itu hanya demi kepentingannya sendiri, kelompok mereka, bukan demi Rizieq dan FPI-nya. Panggung mereka yang oleng mau ditopang dengan nasib Rizieq.
Apa yang dilakukan Pangdam Jaya dan Kapolda adalah kepanjangan tangan pemerintah dan presiden. Ranah mereka  berdua yang tentu saja sudah sangat setuju baik KSAD, Panglima TNI, pun Kapolri. Tanpa restu mereka, keberadaan dua perwira itu bisa malah menjadi masalah bagi karir mereka.
Soliditas kedua lembaga itu memberikan angin segar bagi negara, namun tidak bagi Rizieq dan kawan-kawan. Suara-suara yang didengung-dengungkan makin meredup. Ada pemberitaan jika di Petamburan sudah tidak ada lagi laskar. Anak ayam itu makin kebingungan kehilangan induk dan pegangan yang baru saja mau berpesta usai lama terpisah.
Kesadaran bahwa keberanian itu pasti akan datang. Sebaliknya, kekuatan dan kekerasan seperti apapun pasti akan kelemahan. Pertunjukan pasti berakhir, dan kini arah pada ending itu semakin jelas. Harapannya adalah hukum bukan politik. Jangan sampai diselesaikan dengan politis sehingga malah menimbulkan masalah baru.
Angin sepoi-sepoi malah melenakan kera di atas pohon. Angin badai datang si kera sudah bersiap. Sama juga dengan kisah Rizieq ini siapa menyangka, kepepet dan mati kutu malah oleh Nikita Mirzani. Ahok saja ia jungkalkan.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H