5 Alasan Dudung Abdurachman  dan Nikita Mirzani Mem-viral
Pernyataan Nikita Mirzani yang menyatakan Rizieq seperti tukang obat menjadi berkepanjangan. Si "tertuding" pun menjawab dengan sangat kasar dan melibatkan lembaga kepolisian segala. Menjadi-jadi tanggapan netizien dan semakin panas keadaan. Saling serang dan sindir berkurang ketika panggilan kepolisan melayang ke Petamburan.
Jelaslah kan mengaku sakit, mosok mau meladeni kata-kata Nikita. Tantangan untuk test DNA, bahkan mau menyumbang dengan saweran untuk itu. Tidak ada  tanggapan, ya iya kan sakit. Provokasi Nikita meningkat dengan mengendarai moge dan mengatakan mau ke Petamburan, ini pusat kekuasaan Rizieq dan katanya mau menyopot baliho. Panas dingin tentu saja kalau Rizieq membaca atau mendengar. Mati kutu karena toh mengaku sakit. Ingat sakit dalam konteks ini tentu bisa iya, bisa tidak.
Konfirmasi kesehatan ini belum ada yang valid. Memang sangat wajar jika sakit dan kemudian tidak bisa meladeni pernyataan-pernyataan panas dan pedas dari artis ini.Kalau sekali saja ia meladeni berarti ia sehat dan polisi bisa berbuat lebih jauh dengan panggilan ulang dengan segera.
Dudung Abdurachman dengan pernyataannya tidak kalah sangar dan keras. FPI itu siapa, Rizieq itu siapa, warga negara biasa. Pencopotan baliho, saya yang perintahkan, dan  jangan main-main dengan persatuan dan kesatuan. Keras, lugas, dan bukan semata omongan, dilakukan dan diterapkan.
Pro dan kontra bertebaran di mana-mana, media sosial, pun media arus utama berlomba mengetengahkan kedua nama yang sedang berdemonstrasi menghadapi yang namanya FPI dan Rizieq ini. Mengapa demikian panas?
Pertama, keberadaan FPI dan Rizieq telah lama menjengkelkan banyak pihak. Suka atau tidak, perilaku, pilihan, dan ujaran-ujaran mereka, baik Rizieq atau FPI itu membuat orang jengkel. Kata-kata yang pedas, ngaco, dan tidak jarang menyakiti orang.
Selama ini cuma diam karena tidak cukup gaungan untuk memberikan dampak. Apa yang dikatakan Pak Dudung dan Nyai itu sama dengan apa yang banyak di antara rakyat juga rasakan. Hanya saja merasa tidak cukup terdengar, akhirnya memilih mendiamkan, dan hanya banyak berharap akan kena batunya.
Kedua, tidak akan ada pertunjukan yang abadi, semua akan ada akhir, dan sangat mungkin ini adalah senjakala bagi Rizieq da FPI. Tindakan ugal-ugalan selama ini telah menebarkan racun bagi dirinya sendiri. Sama juga dengan ban yang dipakai terus menerus tanpa dipompa lagi, aus dan akhirnya bunting, dan meletus.
Titik kritis ban aus itu kena paku pada pernyataan tukang obat, ditambah tentara bersikap dan Pak Dudung dengan gagah perkasa menyatakan sambutannya. Eh dianya sakit.
Ketiga, deportasi itu sangat menyulitkan keberadaan Rizieq. Sangat mungkin kalau Arab baik-baik saja, ia akan kembali ke sana dan kembali beribadah dengan khusyuk. Apadaya, kisahnya berbeda.