Nikita Beraksi, Prabowo ke Mana?
Hari-hari ini tensi hidup bersama cukup tinggi keteganggannya. Â Kedatangan Rizieq yang memang agitasinya kuat membuat keadaan hiruk pikuk. Politik, keamanan, dan tentu saja sosial ikut terganggu. Saling sindir dan saling olok mungkin dianggap sepele, tetapi pernah terlontar, sebuah ancaman, memenggal kepala ini bukan barang remeh.
Malah ketika menyiapkan artikel ini, terlintas dalam lini massa media sosial ada yang membagikan Fadli Zon mngusulkan pencopotan Pangdam Jaya karena meminta pembubaran FPI. Makin menambah fakta dan bahan untuk menanya ke mana Prabowo. Apakah akan ada tindakan bagi Fadli Zon, atau tetap mendiamkannya seperti selama ini?
Masa kampanye pilpres 2019, Prabowo mengatakan dengan lugas dan jelas, bahwa ia tidak berdaya menghadapi Fadli Zon. Memang ia dipreteli dalam kursi dewan, tetapi sikap dan perilakunya sama sekali tidak patut karena partainya ada dalam pemerintahan. Jangan bicara itu hak konstritusiona, paling jengkel ada komentar beginian. Mengapa? Hak pribadi itu otomatis gugur bagi orang yang memiliki etika, kepantasan, dan standart moral baik. Kecuali perilaku munafik dan standar ganda.
Massa kampanye, tiap hari Kamis, atau Jumat pagi, pasti ramai candaan, Prabowo Jumatan di mana? Ledekan yang mau memberikan gambaran, bahwa kondisi atau kebiasaan beragama Prabowo dipertanyakan. Hal yang lumrah ketika menggunakan agama dan perilaku beragama dalam politik sangat gencar dilakukan. Utamanya sejak pilkada DKI. Ini hanya soal tempat, bukan menilai cara berdoa sebagaimana Jokowi yang disalah-salahkan cara berdoa dan pelafalan bacaan sucinya.
Pertanyaan kini serius, ke mana Prabowo baik selaku Menteri Pertahanan, ataupun Ketua Umum Partai Gerindra. Perannya sangat vital dalam keadaan ini. Jangan  omong, itu tugas polisi dan Menteri Dalam Negeri, ini soal pertahanan, bukan main-main.
Menteri Pertahanan, sama sekali belum bersuara. Padahal Nikita Mirzani saja sudah nyolot berkali-kali yang membuat Rizieq dan kawan-kawannya kalang kabut dan membuat blunder fatal. Tugasnya sebenarnya, bukan malah rakyat biasa, yang berprofesi artis untuk membungkam Rizieq.
Pangdam Jaya dengan gagah perkasa mengatakan, saya yang memerintahkan pencopotan baliho. Jangan macam-macam, mengusik kesatuan dan persatuan NKRI. Ini bintang dua lho. Si bintang tiga ke mana? Benar ia tidak punya pasukan, apa yang ia punyai kertas dan administrasi. Toh statemen kecil, ringan, seperti dulu menghormat presiden, atau mengatakan, saya diutus Presiden kala  kunjungan, besar dampaknya.
Media sosial, ada pula jubir mengapa tidak dimanfaatkan, atau malah benar  kata Puyuono, bahwa ia takut dipecat, sekaligus takut kehilangan pamor di antara kelompok ini? Saya pikir tidak juga, hanya ia memang tidak cukup tanggap dalam merespons keadaan.
Ia memiliki relasional personal dengan Rizieq Shihab, bagaimana di tempat "persembunyiannya", bisa  menjumpai. Mosok hanya menegur untuk tidak macam-macam, contoh paling parah, dan harusnya menyikapi soal mengancam peristiwa Perancis terjadi di sini. Memenggal kepala orang, mosok Menteri Pertahanan tidak merasa bahwa itu  bahaya dan biadab, bukan perbuatan beradab.
Panglima TNI sudah melakukan aksi dengan sangat jelas, gamblang, dan terbuka. Menggelar konferensi pers, mengunjungi barak-barak kesatuan khusus, dan diikuti Pangdam Jaya menggertak dengan bahasa lugas, tegas, dan tanpa basa-basi sedikitpun.