Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nikita Mirzani, Sebuah Ironi

13 November 2020   19:50 Diperbarui: 13 November 2020   19:52 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyaksikan bagaimana Rizieq itu tersudut karena pernyataan yang memang benar adanya. Mau diseret seperti Ahok, toh tidak berdampak. Mau dibiarkan mulut lemes Nikita makin pedas. Ya wajar Maher ngamuk dan mengancam dengan 800 laskar. Apa yang terjadi?

Makin dibuat malu dengan pernyataan  lanjutan, 800 laskar hanya menghadapi satu perempuan. Makin panas tapi lagi-lagi tidak berdaya. Ini sama juga dengan Messi menghadapi pemain tarkam, malah binggung sendiri. Langkah cerdas yang dikalahkan dengan asal-asalan.

Maher, Rizieq, dan Zon, menampilkan citra diri baik, saleh, suci, elit, pemimpin dan diserang dengan telak oleh Nikita yang citra dalam pandangan Maher dkk itu buruk, murahan, dan sangat mungkin hina. Itu bukan dibantah malah, namun dibalik dengan tepat oleh Nikita, bagaimana mereka-mereka yang merasa diri suci itu perilakunya selama ini.

Apapun prestasinya, sehebat apapun capaian orang, ketika belang paling dalam itu terkuak sedikit saja akan diam seribu bahasa. Itu yang waras. Pihak yang sumbu pendek senggol bacok, mirip orang bisulan disentil. Ngamuk,  ngancam, dan menutup rapat-rapat aib itu.

Citra itu akan tampil ketika kata, perbuatan, dan pakaiannya sejalan, satu saja slewah, sudah akan menjadi olok-olokan. Apakah orang suka akan cara berpakaian tertutup atau terbuka? Tentu bukan itu titik pentingnya, namun bagaimana ada konsistensi dari orang berkata-kata, berbuat, dan apalagi jika menyangkut cara berpakaian.

Orang bersorak karena merasa bahwa apa yang mereka pikirkan, mereka rasakan, namun tidak berdaya itu ada dalam diri dan pernyataan Nikita. Tentu publik melupakan bagaimana reputasinya kala banyak kasus dan skandal. Fokusnya pada sisi menyerang pada pihak yang hendak diserbu namun tidak tahu cara yang bisa menohok dengan sangat telak.

Miris ketika membangun citra dengan pakaian, kutipan ayat-ayat suci, disliding dengan telak hanya oleh orang yang justru tidak dianggap oleh mereka. Bayangkan coba jika yang mengatakan itu Quraish Shihab, apalagi Kardinal?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun