Rizieq Pemenang dan Jokowi "Pecundang"?
Hari-hari ini, ramai bagaimana meluapkan kejengkelannya pada Jokowi atau pemerintah. Berteriak sia-sia mendukung Jokowi, ketika tidak berdaya menghadapi Rizieq dan pengikutnya. Kerusakan bandara, taman, dan aturan yang ditabrak seolah membenarkan pemikiran sebagian pihak yang merasa Jokowi malah mendzolimi pendukungnya dan memilih memihak yang telah "menyengsarakannya."
Apa yang disampaikan itu adalah kegelisahan yang sama juga dialami Pak Jokowi, bagaimanaa beliau sebagai presiden, bukan hanya menjadi pemimpin atas pendukungnya saja, atau pemilihnya, termasuk yang antipati kepadanya, namun masih WNI. Kan bisa saja jika Presiden memerintahkan untuk mencabut paspor Rizieq atau menangkalnya untuk tidak bisa pulang.
Lha jika demikian apa bedanya Soeharto di era 60-an yang menangkal para mahasiswa yang dikirim Bung Karno untuk studi di Cekoslovakia, Uni Sovit, atau RRC? Soeharto dihujat karena perilaku demikian, dan itu masa dulu. Zaman modern, demokratis pula, kog main yang sama. Permintaan aneh dan lucu.
Perangkat, data, dan personal Jokowi sebagai presiden itu lengkap, dijamin UU untuk mengerahkan itu semua. Positif negatifnya tentu telah dihitung dengan sangat cermat. Ingat ketika kasus papaminta saham, semua orang mengatakan Setnov pasti jatuh, eh malah tidak. Perlu diingat juga, bagaimana perburuan Setnov seperti dalam film yang menyeret banyak pihak ikut masuk bui.
Kisah dan drama Setnov ini melibatkan elit, beberapa pihak yang tahu persis dengan hukum, pendidikan tinggi semua, dan tahu dengan pasti apa yang akan mereka hadapi dan konsekuensinya. Dokter dan pengacara yang tahu dengan pasti bui menanti. Berbeda  jika dengan kasus bandara kemarin.
Lebih banyak orang yang tidak tahu apa-apa, tahu sebagian, atau tahu namun memanfaatkan pihak yang tidak tahu ini untuk ikut terlibat dalam keadaan yang banyak dimaknai pemerintah lemah. pemerintah tentu paham, siapa penggeraknya, siapa yang membeayai, dan maksudnya apa. Tahu dengan persis, sama  ketika siapa yang ada di balik Setnov kala itu.
Berbeda kini, siapa-siapa yang di lapangan, sangat mungkin jadi korban, dan para pengatur langkah, sutradara, penyandang dana, akan berbalik arah menuding pemerintah jahat, represif, mirip dengan tukang copet yang ketahuan partnernya yang akan meneriaki korban sebagai copet. Kalau tidak hati-hati bisa salah sasaran.
Kondisi massa yang tidak tahu apa-apa, korban cuci otak sekian lama, ada pula yang taat dan yakin buta mau apa? Susah memilah dan memisahkan mereka ini. Kondisi yang  diketahui dengan baik oleh para pengguna massa bayaran untuk mendompleng kedatangan Rizieq ini. Identik dengan  pemiilu, UU KPK, UU Cipta Kerja, semua dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mendapatkan panggung.
Apakah pemerintah takut dan kalah? Ah itu sih berlebihan, apalagi sampai keluar pernyataan demi mempertahankan kekuasaan, mendukung, dengan tanpa menertibkan penyambut Rizieq itu dinarasikan mendukung Rizieq dan para pengikutnya, demi kekuasaan Jokowi semata.
Cara pandang emosional dan ngaco saya kira. Susah jadi presiden, ketika banyak elit negeri ini yang merasa lebih pinter dari presiden, plus pendukung fanatis, dikit-dikit ngamuk. Dukungan itu tidak harus mengatur, dan juga tidak harus memaksakan kehendak.