Bagaimana orang bisa melukai orang lain, dengan dalih agama berbeda. Malah di Lampung ini sama lagi. Orang lebih mengedepankan egoisme, kelompok, dari mana kemanusiaan.
Kecenderungan memperbesar perbedaan, abai akan persamaan. Di sini, kecenderungan memperbesar dan bahkan membesa-besarkan perbedaan seolah hobi. Padahal bangsa ini dibangun di atas perbedaan, maka perlu bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Kekerasan atas nama agama seolah menjadi mimpi buruk dunia dewasa ini. Seolah kembali ke zaman batu, ketika orang dengan mudah mengatakan dengan sangat ringan, bunuh, boleh dicurahkan darahnya. Lha zaman modern, hukum positif tidak mengenal alasan apapun, pembunuhan ya salah, kriminal. Mosok mundur zaman bar-bar lagi.
Radikalisme, fundamentalisme, dan fanatisme sempit sangat ungkin terjadi karena salah pemahaman  dan keliru belajar pada guru yang tidak semestinya. Jika demikian, ada dua hal yang penting, yaitu belajar dengan benar dan belajar pada guru dan sekolah yang benar.
Sertifikasi ulama menjadi penting, ulama apapun agamanya harus jelas kadar dan kapasitas keilmuannya sehingga layak dan mampu mengajarkan hal yang baik dan benar. Tafsir itu tidak sederhana, sehingga dengan sertifikasi, akan jelas kapasitasnya itu seberapa. Lha mau mengajar ternyata belajar saja belum mumpuni, kan celaka. Ingat apapun agamanya.
Pemahaman yang salah, jika hanya salah paham saja masih lumayan, masih bisa dibina, lha kalau pahamnya yang salah, ngotot pula, bagaimana mau dibenahi?
Sekian lama, orang dan kelompok baik terdiam, dalam bahasa Jawa ngungun mungkin, melihat orang-orang dengan lantang dan mendadak ulamal, kadar keilmuannya pun cetek, tidak usah susah-susah, lihat saja dari pilihan kata dan tema sudah akan kelihatan.
Ironisnya, orang-orang ini, yang memahami fenomena saja salang surup lah yang paling getol teriak syiar atau dakwah. Mirisnya lagi, mereka pula yang paling depan dan keras menolak sertifikasi.
Kedua kekerasan yang menimpa ulama ini adalah pembelajaran penting. Jangan anggap enteng dan remeh. Bagaimana tidak ketika orang dengan mudah memisahkan kemanusiaan dengan label-label  agama atau ras. Miris, Tuhan Pencipta yang sama, memberikan dunia juga tidak dikapling-kapling kog.
Mengutuk keras kedua kekerasan itu, namun belajar banyak pula dari sikap dan cara bereaksi atas keduanya. Ingat ini bukan karena sama agama, tidak ada kaitan dengan agamanya, namun bagaimana menyikapi atas kejadian yang terjadi.
Jika masih  komentat atau mikir karena agama sama,  ya sudah ikut paham yang salah, susah. Perlu diinstal ulang kelihatannya.