Mengapa Prabowo Gagal?
Cukup menarik apa yang ASI rilis sebagai hasil sebuah survey. Artikel ini tidak hendak mengupas benar atau salah survey itu, sama sekali tidak kompeten, hanya mau melihat, mengapa Eddy Prabowo mendapatkan posisi buncit. Â Apa yang menjadi jawaban warga itu adalah hal yang layak diterima dengan lapang dada. Demikian Menteri KKP ini pun dengan legawa meminta maaf. Wajar dan bagus.
Hal ini bukan semata karena kapasitas Prabowo sebagai pribadi, kader partai, ataupun seorang menteri. Pun tidak karena asal partai politik Gerindra yang setengah hati. Pandangan soal banyak hal toh akan sama jua  ujungnya. Bagaimana tidak, ini sama juga orang suka, cinta pada si A, itu bukan berarti benci si B. Tidak demikian. Warga masyarakat itu sudah lekat KKP ya Susi Pudjiastuti. Titik. Artinya bukan soal benci atau tidak suka pada Prabowo.
Susi Pudjiastui itu simbol dalam banyak hal dari warga masyarakat. Bagaimana ia adalah lambang bahwa pendidikan bukan menjadi penghalang menjadi seseorang  itu sukses. Perjuangan dan etos kerja jauh lebih penting. Pembuktiannya menjadi jaminan bagaimana ia telah membat dunia terhenyak.
Menteri yang konsisten dengan tenggelamkan ini memang tidak kenal takut dan mundur. Hal yang wajar dalam berpolitik ini menjadi masalah. Lagi-lagi bagi masyarakat ini adalah simbol orang nonpartai yang bisa konsisten dan tegas. Susah ditemui pada para menteri dan pejabat dari partai politik.
Profesionalitas menjadi pembeda. Bagaimana perjalanan Susi sebagai pelaku usaha kelautan tahu benar kesulitan, hambatan, dan peluang yang perlu dijadikan prioritas. Terobosannya mengena bahkn dunia ikut memuji. Nah ini pun belum tentu cocok bagi birokrasi dan orang politik. Cukup wajar ketika banyakorang kecewa ketika ia terdepak dari kursi KKP.
Politik itu bukan bicara ranah ideal. Kompromi-kompromi, dan itu kadang juga menyingkirkan orang ideal, baik, dan berkompeten. Hal yang harus dipahami dengan baik dan penuh kesadaran. Jangan melo ketika berbicara politik. Konsekuensi logis. Lihat tuh Amrik saja kacau karena Donald Trump bukan Hillary Clinton yang menjadi presiden. Toh mereka menyadari itu. Politik ya politik, suka atau tidak.
Apapun yang dilakukan Prabowo tidak akan bisa memuaskan massa. Mengapa? Ya karena persepi publik sudah lekat dengan model Susi Pudjiastuti yang tangguh dan berbeda itu. Apapun Prabowo lakukan tidak akan ada yang bisa mampu menyenangkan publik. Penenggelaman misalnya tetap dilakukan, akan tetap dinilai sebagai hanya meneruskan, mengekor.
Kebetulan kebijakannya pun cenderung berlawanan dengan apa yang pendahulu lakukan. Apakah alasan yang melatarbelakangi itu semua, tidak publik tahu apalagi pahami. Lagi-lagi ini politik. Toh syukur bahwa itu adalah Prabowo.
Coba bayangkan jika itu adalah Fadli Zon, bagaimana reaksinya ketika mendapatkan rapor pada posisi buncit. Piihan dari Prabowo dan Jokowi sangat pas dan tepat. Mau meminta maaf atas penilaian itu. Jelas kondisi yang tidak mudah. Ini identik dengan Jakarta dengan Ahok dan penggantinya. Siapapun akan menilai dan membandingkan dengan pendahulunya.
Kondisi yang sangat berat, coba jika ia seperti politikus lainnya yang arogan dan merasa benar dan baik-baik saja. Kisruh, gaduh, dan  jelas kontraproduktif di tengah pandemi seperti ini. Semua ada  hikmah yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa.