Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

13 Alasan di Balik Masih Prabowo Ketum Gerindra

7 Juni 2020   13:51 Diperbarui: 7 Juni 2020   13:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

13 Alasan di Balik Masih Prabowo

Ini hanya sebuah geguyon, berkaitan dengan artikel Kner Ronnald Wan dan komentar Kner Ika Septi, soal calonan Prabowo menjadi calon ketua umum lagi. Tidak serius-serius amat juga sih. Awalnya saya becanda ikutan dengan tujuh alasan di balik Prabowo, eh Teh Ika Septi usul mengapa tidak 13, lha nyari 13 alasan ya ngos-ngosanlah. Nah coba bisa gak ya?

Hal yang biasa sih, model perpolitikan di Indonesia, partai seolah milik oleh pendiri yang memiliki nama paling populer, dan memegang peran sentral. Gerindra jelas memang besutan Prabowo. Toh Demokrat yang bukan asli "milik" SBY pun begitu model, pola, dan penanganannya. PDI-P pun tidak jauh berbeda. Idealnya partai yang seperti Golkar, PPP, dan PKS di dalam melakukan suksesi kepemimpinan.

13 alasan masih Prabowo;

Satu, keberadaan Prabowo baik secara elektabilitas ataupun popularitas belum ada yang mendekati, apalagi sebanding. Kondisi Gerindra yang memang menjadi kendaraan politik Prabowo, suka atau tidak, tetap saja akan dalam kendali Prabowo selaku ketua umum. Susah melihat Prabowo bukan ketum atau Gerindra bukan dalam kendali Prabowo.

Dua, kendaraan untuk pilpres. Ini jelas-jelas demikian. Usai tersingkir dari  konvensi Golkar Prabowo dan loyalis, dan itu juga orang Golkar berdiri sendiri. Lebih sukses Gerindra dari pada induknya. Bagaimana Golkar malah tidak pernah mampu mengusung calonnya dalam pilres. Bukti mereka lebih dari Golkar apalagi sempalan Golkar.

Tiga, pengalaman Hanura perlu menjadi contoh yang tidak sederhana, ketika melepaskan demi pengabdian di kabinet, Pak Wiranto harus kehilangan partainya. Ini identik dengan Gerindra. Sama-sama kecewa dengan Golkar dan demi kendaraan pilpres. Artinya pengalaman yang di depan mata.

Empat, pengalaman SBY dengan Demokrat. Sekali melepaskan kendali pada pihak luar, eh malah mengantar Anas Urbaningrum ke bui. Apapun di balik itu, mau konspirasi atau sengaja menjebak Anas, toh bukan ulasan berkaitan dengan tema ini. Bahaya, karena bisa menjadi lepas kendali dan bisa berabe.

Demokrat yang kendali ala  militer itu pun tetap ada di dalam tangan SBY. Sulit melihat SBY melepaskan begitu saja seperti kala itu. Nah ini sangat mungkin juga menjadi referensi Prabowo dalam menyikapi pergantian kepemimpinannya.

Lima, pengalaman PAN. Amien Rais kini di masa senjanya malah harus mendirikan partai baru lagi. Padahal partai yang ia bidani di tangan besannya. Toh tidak menjadi penghalang untuk berseberangan soal partai ini. Anaknya sendiripun ikut "memihak" mertua dari pada bapaknya. Ini juga baru terjadi.

Enam, posisi dan keberadaan Prabowo tetap masih menjadi kunci pemersatu kemungkinan friksi dan faksi. Selama ini sih tidak cukup nyaring terdengar soal adanya kubu-kubuan di dalam tubuh Gerindra. Hanya saja melihat model dan cara berpolitik mereka, sikap dalam mendukung pemerintah, masih cukup terbuka adanya perbedaan yang bisa berujung pada perpecahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun