Kini, hari-hari ini kecenderungan yang memainkan adalah para pemuja Cendana. Ini bukan lagi soal Soeharto, namun anak-anak Cendana yang akan mau kembali kepada lingkaran elit kekuasaan. Hidup enak 32 tahun dan tanpa kerja sudah kaya raya. Ketika hal itu makin sulit kini, mereka memainkan narasi.
Tommy paling getol menjual jargon masa lalu, meskipun jelas naif, karena ia tidak tahu kondisi di luar Cendana. Hidup di dalam sangkar emas, semua tersedia, mau apa-apa terkabul, apa iya model demikian bisa tahu dan mengerti kondisi bangsa? Sama sekali nol besar.
Lagu-lagu Iwan Fals biasa mengritik gaya hidup anak-anak Cendana dan kawan-kawan, pun kritik sosial lainnya, itu semua kehilangan gigitan kini, karena beda kondisi, yang menyanyikan pun sama sekali tidak tahu latar belakang dan kondisi terciptanya lagu itu.
Perilaku Tommy itu tentu memiliki gaungan yang dilakukan para pemujanya demi doit. Mau paham atau tidak yang penting kenyang dan ikut enak tanpa kerja keras. Ikut dalam pemilu via dapil Papua saja kalah mengapa? Ya karena memang tidak memiliki kapasitas sama sekali di dalam hal apapun. Â "Membeli" pemilih kali sekian rupiah pun tidak mampu, lha mau apa?
Reputasi buruk lebih kuat dari prestasi mau sekecil apapun. Pembicaraan mantan pembunuh lebih mendominasi, bukan kesuksesan apapun. Aksi sosial sama sekali tidak pernah terdengar dilakukan. Hidup berkeluarga juga tidak jelas, mau pribadi demikian menjadi pemimpin masa depan?
Klaim kesuksesan masa lalu sangat lemah dengan era keterbukaan seperti ini. Lha SBY Â yang masih sezaman saja menjadi bahan tertawaan, apalagi Tommy dengan Soehartonya? Mau menaikan posisi tawar memang paling mudah membenturkan diri pada pribadi besar. Namun jika tidak kuat ya akan remuk.
Tommy dan AHY, perlu belajar pada Messi, badannya kecil, ia tidak akan berduel dengan bek Liverpool Van Dijk, dia yang akan terkapar. Kelincahan mengolah bola bukan membenturkan badan menjadi pilihan cerdas. Bangunlah karakter dan prestasi, bukan semata sensasi dan mencaci Jokowi.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H