Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan yang Memerdekakan, Belajar dari Rektor dan Ibu Miskin Soal Sembako

2 Mei 2020   07:52 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:29 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan yang Memerdekakan, Belajar dari Rektor Menerima Bansos, dan Ibu Miskin Menolaknya

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Kondisi yang berbeda dengan adanya pandemi yang sedang terjadi. Semangat dan  roh pendidikan jangan sampai terlupakan. Begitu banyak hal yang bisa kita pelajari ketika menghadapi kondisi luar biasa ini. Orang sangat terlihat keasliannya, otentitasnya ketika keadaan sangat terpojok, mirip waktu ini.

Bansos sedang dan akan dibagikan. Data kacau atau ngaco memang sudah tradisi. Mau birokrasi, mau koneksi, atau apapun namanya, masih saja seperti era-era lampau. Ada beberapa ilustrasi bagus, dan itu juga berkaitan dengan soal pendidikan secara langsung. Aplikasi atas pembelajaran.

Tetangga, masih muda, usia awal 30-an, anak dua masih sangat kecil, masih PUAD, dan belum sekolah. Cukup ringan tanggungannya. Pekerjaan maish berjalan sebagai satuan keamanan pabrik yang masih beroperasi. Istrinya membuka warung jajanan, yang cukup ramai untuk duduk-duduk anak muda, ngopi sambil jaga jalan.

Rumah permanen, mobil ada, sepeda motor lebih dari dua, dan orang tuanya masih menjadi TKI di Timur Tengah, kedua-duanya. Secara ekonomi aman, pagi-pagi cerita dengan bangga kepada pamannya yang bekerja sebagai pemulung. Listrik gratis dan masih akan mendapatkan Rp. 600.000,00 lagi.  Pamannya ini tidak mendapatkan apa-apa, padahal semua barang dagangan turun harga dan malah ada yang tidak laku, sepi pembelian.

Kisah kedua. Rektor yang menampilkan menerima bantuan. Tidak perlu berpanjang lebar, karena bisa ke mana saja muaranya. Reputasi dan pemikirannya juga sudah tahu. Yang jelas ini soal pantas atau tidak.

Kisah ketiga, seorang ibu keluarga prasejahtera di Alor menolak mengambil bantuan sosial, menolak pula ketika diantarkan ke rumahnya. Tuhan memberikan 10 jari untuk berusaha. Saya menolak makan yang gratis. Sikap luar biasa. Bagaimana ia yang jelas-jelas membutuhkan namun enggan untuk menerima. Mengambil saja ogah, pas diantar masih sikap yang sama. Salut.

Pendidikan yang Memerdekakan

Bagaimana pendidikan kita masih berkutat pada banyaknya materi, bahan yang harus dikuasai, dihafal malahan, bukan untuk membawa kepada kehidupan. Bansos ini mempertontonkan bagaimana pendidikan tidak membawa kepada hidup yang hakiki. Kepeduliaan tidak ada. Malah cenderung egoisme yang tertanam.

Data bisa salah, atau memang dibuat salah. Ketika sikap mental  kita sendiri benar, memiliki rasa malu, tentunya akan menolak atau memberikannya kepada yang jauh lebih membutuhkan. Tidak untuk mendeskreditkan atau mempermalukan pihak lain. Ini soal kredibilitas bukan soal birokrasi. Kesalahan iitu diperbaiki bukan malah menjadi ajang caci maki. Pendidikan berperan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun