Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Komut, Antara Mabuk Agama dan Politik

22 April 2020   12:27 Diperbarui: 22 April 2020   12:41 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah sampai kapan, selalu saja riuh rendah dalam pergantian komisaris utama sebuah BUMN. Mulai dari dugaan, kecurigaan, lebih parah adalah tuduhan konspirasi atau politisasi dalam hal itu. dulu masih lumayan, hanya desas-desus soal ucapan terimakasih, politis, toh tidak berkembang lebih lagi.

Namun, sejak pilkada ugal-ugalan model rasis dan SARA mulai menggejala. Kita bersama masih ingat, saat Ahok akan menjadi komut Pertamina, bagaimana gelombang penolakan dari yang waras sampai asal-asalan. Malah juga membuat banyak pihak diungkap perilaku di luar jabatan dan kapasitas kinerjanya. Heboh dan ribut saja yang ada.

Toh kini berjalan juga dengan biasa. Tidak ada masalah. Mana yang dulu ngotot mau keluar, atau mau mengerahkan ini dan itu? Sama sekali tidak terdengar. Mungkin bagi pelaku dan Ahok itu tidak lagi diingat, atau membekas, tapi bagi publik, masih saja ada bekas, nyatanya masih saja diribetkan dan diributkan dengan penggantian Refli Harun.

Suara yang dulunya garang mewarnai seluruh media, kini hilang seolah tak berbekas. Karyawan atau staf sekalipun kini, palingan juga bekerja dan seolah tidak ada apa-apa. Perilaku model demikian kog ya bisa, ngaku beragama dan Pancasila katanya.

Pergantian Refli Harun

Sekali lagi, ini hal yang wajar. Sebuah perusaha berganti pejabat semua normal dan biasa kalau tidak mabuk agama dan politik. Sejatinya bisnis ya berkaitan dengan keuntungan dan kinerja dari si pejabat. Urusan politik dan agama, bisa saja, namun seharusnya tidak menjadi lebih kuat dan malah mengganggu. Kompetensi terukur, hasil laba dan keuntungan menjadi bahan evaluasi dan titik tidak perlu panjang lebar.

Lucu lagi, ketika BUMN, sebuah badan usaha, perusahaan, bukan kompetensi namun afiliasi politik, agama, sukunya lebih menjadi prioritas. Susah maju. Nuansa profesional, kapasitas, dan kapabilitas bisa tereduksi jika beda afiliasi, beda suku, atau agamanya. Masih lumayan ketika afiliasi bisa berakhir sesuai dengan periode waktu pemilu. Kalau agama atau ras sangat mungkin seumur hidup.

Media

Peran media cukup besar. Bagaimana mereka menanyakan pergantian Refli Harun pada tokoh yang jelas tidak respek pada Ahok. Jawabannya, pasti mengapa Refli bukan Ahok. Padahal sama sekali tidak ada kaitan Pelindo dengan Pertamina. Kecuali yang diganti itu salah satu dari komut di Pertamina.

Alasan pun hanya mengada-ada, bukan mendasar. Itu lagi itu lagi dikemas dengan bahasa yang seolah-olah benar. Tidak cukup menjawab jika demikin. Asumsi berlebihan cenderung asal ada alasan.

Padahal sangat mungkin hal demikian tidak terjadi. Media tidak perlu menjadikan itu sebagai sebuah berita. Apanya coba yang perlu khalayak ramai ketahui. Kapasitas yang menilai tidak cukup, kaitan dengan profesi, latar belakang, dan pengalaman juga tidak ada. Masalah yang jadi bahan pembicaraan dan yang dikaitkan juga terlalu jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun