Posisi dilematis dialami Prabowo. Pilihan yang tidak mudah, ketika ia menyanggupi masuk kabinet. Posisi yang tentu ia sebenarnya berat untuk mengiyakan. Mengapa demikian? Semua juga tahu, ia pun paham, hanya ingin menjadi presiden, atau wakil presiden. Toh hal yang sulit itupun akhirnya ia pilih dengan ksatria. Mengabdi negara menjadi menteri pertahanan.
Alam demokrasi padahal sah-sah saja menjadi apa dalam pemerintahan, tidak ada oposisi dalam pemerintahan presidensial. Toh sudah terjadi dan salah kaprah itu seolah sudah benar. Padahal cenderung menjadi waton sulaya dan seenaknya sendiri dalam berkiprah. Cenderung politik dan barisan sakit hati yang terjadi. Masih wajar sebagai negara masih taraf belajar demokrasi.
Gerindra dan Pemerintah
Memang Gerindra telah kalah dalam pemilihan presiden. Itu fakta. Pendukungnya mengatakan curang atau apapun, toh lembaga peradilan, penyelenggara pemilu sudah mengadakan persidangan dan pemeriksaan semua tidak terbukti. Toh pemilu negara demokrasi ada batasan waktu. Lima tahun. Ada lagi, dan bertarunglah di sana dengan sabar. Bukan dikit-dikit mau pemilu lagi. Emang demokrasine mbahmu??
Ketika memutuskan mendukung pemerintah ya jadilah pendukung yang baik. Ingat, baik bukan berarti mendukung dalam hal yang buruk. Kritik boleh bahkan harus, tapi yang wajar. Bedakan kritik atau nyinyir. Itu beda dan bahkan bertolak belakang.
Nyinyir itu cenderung asal berbeda, berseberangan, dan kalau mungkin menjatuhkan yang tidak disukai. Mau kawan atau lawan. Biasanya juga tanpa dasar, tanpa pengetahuan yang cukup mengenai yang dijadikan bahan nyinyiran. Pokok bicara, tanpa mau tahu kondisi. Latar belakang masalahnya apa, bukan menjadi pertimbangan.
Kritik itu kalau tidak mungkin memberikan tawaran solusi masih ada sebentuk keprihatinan bersama soal yang dihadapi. Ada nuansa  positif dan sesal di sana, bukan malah girang. Nah ketika menyatakan kritik, mereka akan dengan dasar yang sangat kuat. Mau tahu alasan dan latar belakang keadaan yang terjadi.
Beda kelas dan juga beda maksud. Mau memperbaiki bukan merusak. Kecenderungan nyinyir dekonstruktif beda dengan kritik yang membangun. Nah ketika membedakan pernyataan saja salah, susah mengatakan arah ke mana mereka.
Kabinet, jatah kursi mau, tapi menghajar presiden dan pemerintah juga ikut. Dalam beberapa kejadian dan moment mereka berlaku demikian. Beberapa kasus bisa disebutkan, Zon yang selalu saja mengatakan negatif pemerintah. Kader lain juga demikian. Pemerintah tidak masalah sih dengan apa yang mereka lontarkan. Tetapi persepsi publik terganggu dan bisa merusak kepercayaan publik.
Malah anggota dewan dari Gerindra mengenakan baju haznat. Di mana pakaian itu harus dan hanya sekali pakai. Jawaban atas kritikan itu pun sama konyolnya, kami membantu lebih gede dan banyak, mengapa hanya mencoba saja dikritik. Aneh luar biasa pola pikir model demikian. Bagaimana  logika kanak-kanak tetapi dipakai oleh anggota DPR-RI.
Prabowo posisi sekarang itu sangat dilematis. Bagi para pendukung beberapa kelompok dia masih tidak disukai karena memilih bergabung dalam pemerintahan. Toh ini sudah terjadi. Artinya jauh lebih baik elit dan kader Gerindra membantu memosisikan Prabowo baik-baik, dengan demikian mendapatkan poin di mata pendukung yang kecewa.