Korban banjir yang hancur-hancuran itu tidak sholeh? Â Saya tidak membayangkan, ada doa gubernur yang diintesikan untuk menghancurkan peralatan RSCM yang sangat berdaya guna, bermanfaat, dan mahal sekali itu. Memang Minggu itu tidak dipakai, tetapi ini banjir, bukan main ke mall. Rusak yang tidak bisa Senin sudah baik lagi.
Eh sudah dijawab dengan telak, awal pekan, Senin dan Selasa hujan, banjir, dan aktifitas terhenti. Klaim sholeh itu salah, mosok malah mau menyalahkan Tuhan. Malah salah klaim itu yang lebih buruk.
Ketiga, perlu disadari dan dipikirkan dengan mendalam, bukan hanya asal bicara yang seolah-olah bagus, padahal tidak waras. Bagaimana bisa berpikir jatuhnya hujan dan potensi banjir akhir pekan, sehingga tidak mengganggu aktivitas. Ada beberapa point penting;
Ada sebagian keciiiil banget. Memang bagi si tokoh ini tidak terlihat atau memang tidak penting. Ini adalah waktu mengupayakan sebentuk kesholehan warga negara yang lain. Benar hanya seujung kecil kuku jumlahnya. Dan memang tidak ke gereja juga tidak ditakut-takuti neraka kog. Kog tega mau bangun gereja dipersulit, eh ada gereja pun diguyuri hujan karena kesholehan pemimpinnya. Tega benar ya?
Banjir itu dampaknya panjang, bukan hanya sehari dua hari. Tuh lihat ngepel lantai saja bisa dua jam baru benar-benar kering seperti semula. Lha ini lumpur, kotoran, sampah masuk ke rumah-rumah, rumah sakit, perkantoran. Bisa bekerja dengan kondisi demikian?
Apa yang dinyatakan justru mempertontonkan kwalitas si pembicara. Berlebihan mengaitkan kwalitas keimanan seseorang yang maunya ia naikan malah dijatuhkan lebih dalam.  Satu sisi dari  klaim kesholehan. Apalagi merasa tahu yang didoakan seseorang kan mengerikan. Jangan-jangan  ia menghacker komunikasi Anies dengan Tuhan.
Pemikiran sangat sempit, dangkal, dan sektarian. Yang penting aku, keakuan tidak terdampak, emang ngapain  mikir orang. Bagaimana orang lain terganggu tidak menjadi  pertimbangan. Sangat mungkin akan ngamuk kalau banjir di hari Jumat.  Lha apa iya Tuhan kog tidak adil.  Apa ini bukan juga penistaan Ketuhanan. Sangat  mengerikan jika itu yang mengucapkan adalah Ahok atau Jokowi.
Pembelaan sia-sia. Banjir ini bukan soal sholeh atau tidak. Namun mau kerja atau tidak. Kalau memang sangat sholeh, mengubah kehendak Tuhan, mintakan saja hujannya di pegunungan yang sangat jauh dari Jakarta. Atau di tengah laut sehingga tidak merusak Jakarta.
Memindah jam tayang hujan, dampaknya sama saja. Media juga sangat parah ketika memberikan ruang kekonyolan-kekonyolan seperti ini terus menerus menghiasi pembicaraan anak bangsa.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H