Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Banjir Jakarta, Politis, Azab, dan Perilaku Abai

11 Februari 2020   13:49 Diperbarui: 11 Februari 2020   13:54 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banjir Jakarta, Politis, Azab, dan Perilaku Abai

Beberapa kali, kalau tidak salah, dari awal tahun sudah lima kali banjir, di Jakarta. Seorang rekan berkisah katanya banjir lagi, karena hujan sepanjang hari dan semalaman. Rekan lain mengirimkan video mekarnya bunga wijaya kusuma jadi seperti bunga teratai karena seolah di atas danau. Cukup miris.

Berbagai dalih, argumen, rasionisasi, dan yang pasti ya berkisar pada itu-itu saja. Ada yang mengaitkan dengan azab dan kualat. Ada yang menuding ketidakbecusan di dalam bekerja. Yang jelas semua berkaitan dan terlibat di sana.

Sederhana, banjir itu adanya genangan air karena tidak berimbangnya antara penampungan dan air keluar, dan saluran air yang tidak memadai atau mampet ketika menuju kepada hulu. Gampangnya sebagai ilustrasi, kalau pompa air menarik dengan diameter pipa satu inci dan keluaran 0.5 inci tentu daya tekan akan tinggi. Berapa banyak air yang keluar per detiknya bisa tergantung kapasitas mesinnya.

Nah ketika penampungannya kekecilan, pasti akan meluber, kalau tidak ada saluran yang memadai apa yang akan terjadi? Semua telah jelas.

Air sangat mungkin bisa meresap ke dalam tanah, dengan berbagai kondisi yang ideal tentunya. Akar-akaran, tanah yang masih belum cukup jenuh dengan air, dan daya serap tanah. Bagaimana mungkin rawa-rawa bisa menerima resapan air apalagi sudah gundul tanpa tanaman besar, keras, dan banyak.

Permukaan tanah yang lebih banyak aspal, beton, dan bebatuan juga hanya akan menyalurkan air, bukan menerima dan menyerap ke dalam bumi. Sumur resapan atau lubang biopori sangat susah diterima akal, ketika dilakukan di kawasan yang awalnya rawa, tinggi permukaan laut relatif lebih tinggi, dan tanah sudah cenderung jenuh.

Politik.

Banjir terjadi sebagaimana ulasan di atas. Tanah Jakarta itu sudah jenuh, air hujan tidak akan bisa meresap ke tanah. Plus keberadaan kota di hulu dari dataran tinggi dari Jawa Barat, suka atau tidak perlu penanganan khusus dan segera.

Keputusan politik harus diambil. Salah satunya adalah penataan aliran sungai untuk bisa sebagaimana mestinya. Antara luasan sungai atau saluran dengan daya tampung air hujan dan juga jika ada kiriman dari kawasan lebih atas.

Posisi daerah pesisir jelas tidak akan bisa diapa-apakan, itu adalah sudah kehendak Yang Kuasa. Manusia hanya bisa mengupayakan yang bisa menjadi ranah dan kemampaun manusia. Toh pernah bisa. Jadi jika menyalahkan posisi pesisir dan curah hujan yang ekstrem ini adalah pilihan politik pemimpinnya. Dan itu jelas manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun