[EventSemarkutiga] Tips dan Trik Tahan Lama Beropini di Kompasiana
Lagi nyari-nyari bahan untuk ikut meramaikan acara Kompasianer Semarang dan sekitarnya, eh ada komentar dari di media sosial  berkaitan dengan beropini ria di K. Kadang memang tidak mudah, apalagi tidak tahan banting dan tahan "permusuhan".
Dulu, ketika masuk K, dua kategori, opini atau reportase. Lha mau reportase apa, dan memang tidak begitu menguasai, akhirnya nyemplunglah selamanya di opini. Bicara fiksi apalagi, haduh, jauh lah. Memang sesekali masih nyerpen. Tetapi secara umum memang opini.
Beberapa hal yang membuat bisa nyaman di lapak opini itu;
Pertama, jangan baperan. Baperan dalam arti yang sangat luas. Bagaimana menghadapi perbedaan pendapat, komentar yang sering tidak nyambung, tidak jarang juga asumsi komentator atas afiliasi, yang kadang membuat enggan. Bagaimana tidak, bicara sepak bola, eh malah mengaitkan dengan pemerintahan.
Jangan ambil hati, memang kadang menghabiskan energi. Bisa meminta bantu rekan yang bisa menjawab dengan lugas. Itu trik awal ketika belum bisa mengelola "perlawanan" dengan baik. Apalagi komunitas media percakapan K sangat banyak, bisa meminta tolong menjawabkan itu wajar saja.
Baper dalam konteks berbeda. Bagaimana soal potensi ada yang tersinggung, dan kemudian ada kebijaksanaan Admin, dan itu bisa membuat emosi lho. Atau ada  yang mengambil untuk media lain, dan ini bisa membuat baper, jengkel, dan sebagainya itu rugi jika diambil hati.
Dua, jangan banyak berharap labeling, baik pilihan atau artikel utama, pun hijau dan biru. Itu semua bisa membuang energi dan semangat. Mengapa? Itu kebijakan untuk "melindungi" dan itu bisa sangat dimaklumi. Tiba-tiba label ilang, dan jangan pula kaget artikel hilang.
Kadang tidak label itu bukan berarti buruk lho, juga bukan pasti sepi pembaca. Sangat mungkin tanpa label pembaca bisa jauh lebih gede dengan label atau artikel utama sekalipun. Biarkan saja mengalir menemukan muaranya sendiri.
Tiga, asal berpedoman pada pemberitaan media arus utama, jika berangkat dari berita. Mengapa? Jika ada potensi dan konsekuensi hukum itu ada dasar yang lebih kuat, yaitu media, bukan hanya desas-desus. Jika hanya isu bisa melanggar UU ITE itu bahaya. Menulis bukan menyenangkan tetapi membahayakan.
Empat, logika diperkuat, mengapa? Agar mengumpulkan data, mengolah, dan menyimpulkan itu lurus, bukan bengkak-bengkok. Jadi dengan demikian tulisan jelas, dan bisa dinikmati, dan tidak hanya asal-asalan menulis.