Risma kali ini bersikap sangat berbeda dengan 2017 lalu, ketika ada pertanyaan soal pilkada DKI. Jelas konteksnya memang berbeda. Kala itu masih posisi walikota dan juga tengah menjalankan misi dan visi yang belum selesai. Kini kemungkinan untuk di Surabaya sudah tidak ada lagi. Tidak ada beban dan usai dengan tuntas dan baik. Pilihan realistis juga.
Kekuatan Risma untuk Jakarta
Kondisi sangat tepat kala banjir besar menerjang Jakarta. Keberadaan Risma yang cukup sukses dan menangani tata kota Surabaya dengan lebih baik jelas sebuah pembuktian kemampuan. Masalah relatif sama dengan besaran kawasan yang juga tidak jauh beda. Kompleksitas masalah dan kerjasama yang membedakan memang.
Koordinasi dan kerjasama. Jakarta itu tidak bisa sendirian dalam menangani banjir dan tata kota. Karena ada kepentingan pusat, sungai dan air yang menampung aliran dari Jawa Barat, dan kota-kota tetangga yang perlu diajak bicara.
Masalah Ahok yang sering berkelahi dengan dewan akan jauh berkurang jika Risma. Meskipun era Anies diam seribu bahasa termasuk melihat kekacauan sekalipun. Namun kerja sama dengan pusat dan daerah sekitar cenderung buruk. Kalau tidak terlalu kasar dibilang sangat buruk. Seolah malah mau bersaing bukan bersinergi untuk mengatasi.
Risma pun cukup tegas jika prinsip, ingat wakyu penutupan Dolly dan Gubernur Jatim waktu itu enggan, tetap dijalani dengan baik dan selesai dengan baik pula. Tidak pernah ada perselisihan berlarut-larut via media apalagi media sosial.
Bisa membangun komunikasi dengan relatif baik. Tegas juga berkali ulang ditampilkan saat menggerahkan jajarannya untuk bekerja lebih baik. Ini menjadi penting dan pembeda di mana sering birokrasi itu malah menghambat.
Pekerja keras. Model yang penting bagi Jakarta karena selama ini orang di balik meja itu sangat merugikan Jakarta. Bukan saatnya banyak konsep untuk menata Jakarta. Aksi dan kerja keras dan itu sudah dibuktikan dengan sempurna di Surabaya. Pesat dan baik, bukan hanya indah dalam ide dan gagasan.
Jangan salah juga, hanya bisa bekerja, tanpa berpikir. Lihat saja pengembangan kota modern bisa terjadi. Pengolahan sampah modern sudah bisa diwujudkan oleh Risma dengan anggaran Surabaya, bukan anggaran Jakarta. Di dalam anggaran yang terbatas saja bisa, apaagi anggaran yang longgar.
Sampah dan banjir ada unsur ketersalingan. Ini menjadi penting, kala sampah menjadi salah satu unsur penting penyebab banjir. Penyebab utama memang perilaku manusia. Namun ketika  bisa menarik orang untuk berperilaku bijak dan pengolahan sampah yang produktif, bukankah dua masalah mendasar terurai?
Ibukota selalu dipimpin bapak-bapak, jiwa maskulinitas, saatnya perempuan, ibu, dan perawat. Usai ekspolitasi dan pengendalian gila-gilaan, dan pembiaran ngaco, saatnya merawat. Pelaku yang memang pekerja keras bisa diandalkan. Posisi Risma ini kombinasi Ahok dan Jokowi sekaligus, sangat mungkin menjadi solusi bagi Jakarta.