Menarik apa yang disampaikan Menko PMK, ketika ia menyatakan mulai 2020 akan memberikan syarat nikah dengan adanya sertifikat nikah. Jadi pasangan yang mau menikah mendapatkan sebentuk pendidikan awal, yang ia nyatakan soal reproduksi. Setuju dan sepakat, namun apakah hanya reproduksi saja yang mendesak?
Dalam Gereja Katolik, sejak awal ada yang namanya dulu Kursus Persiapan Perkawinan, kini menjadi Katekese Persiapan Perkawinan, yang berisi mengenai pengertian, tujuan perkawinan. Ekonomi keluarga, pengetahuan seksualitas secara mendalam baik laki-laki dan perempuan, dan berbagai aspek lain dalam perkawinan, seperti komunikasi dalam keluarga dan pendidikan anak.
Reproduksi dan pendidikan anak itu memang sangat penting. Apalagi menteri menyebut soal kesehatan anak. Stunting, mengenai kesehatan dan reproduksi nampaknya banyak hal yang sudah mewakili dari pada sekadar sertifikasi. Pengetahuan dan pendidikan keluarga-keluarga baru dan calon keluarga baru jauh lebih dari sudah cukup.
Jauh lebih mendesak, apalagi berkaitan dengan angka perceraian yang demikian marak, alasan yang lebih banyak adalah karena alat komunikasi, menjadi penting komunikasi dalam keluarga, termasuk penggunaan alat komunikasi dalam perkawinan menjadi sangat penting dan bisa memperoleh prioritas.
Komunikasi dalam keluarga.
Dua pribadi yang kemudian harus menjadi satu, kadang juga dua keluarga besar yang sangat tidak mudah, tidak sesederhana dalam foto pernikahan. bagaimana menjadi padu pakai lidah di langit-langit, bukan padu dengan meletupkan di depan. Menyatu bukan malah berseteru. Ini masalah komunikasi sebagai dasar dalam berkeluarga.
Sangat mudah dibayangkan dua karakter berbeda asal usul dan kemudian menyatu. Lha bersaudara saja bisa bertikai, ini dengan anak  orang lain. Cinta, iya ketika belum menikah, ketika sudah menikah itu bukan lagi ada yang menjadi pengikat, penghancur sangat mungkin.
Jalannya komunikasi itu sangat penting. Sering gagal  karena pemahaman toh cinta akan menjadi jembatan dan mendapatkan jalan untuk itu. Itu perlu sabar dan  kedewasaan. Padahal belum tentu keduanya ada. Lha kalau tidak sabar kan berabe.
Menang-menang, bukan menang kalah
Komunikasi adanya sikap menang-menang, bukan menang kalah. Kalau suami-isteri berebut untuk menguasai, ya habis. Pertikaian dan perselisihan kecenderungannya mau menang dan pihak lain mengikuti. Belum tentu era sekarang ada yang mau mengalah, termasuk istri. Pun istri sangat mungkin menguasai dan maunya suaminya mengikuti semua gagasan dan idenya. Dan dalam masa pacaran hal demikian belum tentu terjadi, mau mengalah dan ketika sudah menikah, bisa menjadi perselisihan panjang lebar.