Cukup miris ketika ia menyatakan belum ada bahaya radikalis hanya berdasar ia ditolak di banyak universitas dan malah diterima di Ngruki. Ada beberapa hal yang patut kita cermati:
Pertama, mengapa ia ditolak di universitas, apa kaitannya dengan radikalisme tidak ia sebutnya. Alasan ini menjadi penting sehingga ia tidak bisa mengambil simpulan penolakannya dengan arti radikal yang tidak ia anggap berbahaya.
Kedua, ia mengatakan diterima di Ngruki, boleh diterjemahkan, Ngruki sebagai tempat bibit radikal, dia sudah mengambil simpulan yang awalnya ia tolak karena istana menganggap berbahaya, dan ia negasinya, namun menggunakan labeling Ngruki radikalis. Ia sumir dengan pemikiran sendiri.
Ketiga, parameter pribadi tidak bisa menjadi standar nasional. Ketika ia mengatakan baik-baik saja, apakah demikian dengan tetangganya, atau pihak lain? Lucu  profesor filsafat mengambil simpulan dengan demikian gegabah.
Empat, jika menilik point ketiga, kog saya curiga, ia dijadikan mendiknas pasti akan mau dan memuji istana, bahkan menjadi menhan, atau panglima TNI yang di luar kemampuan dan kapasitasnya ia akan mau dan memuji serta akan mencarikan dalil pembenarnya.
Orientasinya hanya mencari panggung yang berujung pada keamanan finansial. Hal yang jelas ia nyatakan dengan tidak terus terang. Bagaimana bisa di mana-mana lembaga dan organisasi yang dilarang dapat ia nyatakan tidak berbahaya. Hanya karena ia ditolak di tempat lain dan diterima di tempat yang berbeda.
Keilmuan itu seyogyanya bermanfaat, berguna bagi diri, sesama, dan lingkungan. Diri jelas harus bisa mempertanggungjawabkan, bukan malah mengelabui sesama dengan keilmuan yang dimiliki hanya demi mendapatkan keamanan finansial. Miris jika demikian. Memang dalam banyak kasus ia menafikan banyak hal demi bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
Kemarin, ada rekan berkisah kalau dia dan kawan-kawannya pergi berrekreasi dengan menyewa kamar karaoke. Ketika sudah cukup panas dan ada yang terkapar karena mabuk, si PK yang menemani mereka, menunggui terus yang tergeletak di lantai. Sambil manyun, padahal di sana ada beberapa laki-laki, ada yang minum, menyanyi, dan juga joget.
Ketika ditanya mengapa nungui orang tepar, dia diam dan makin manyun. Tidak berselang lama, yang terkapar tadi siuman, dan ditanya rekannya mengapa si PK setia banget, mau wis tak sawer abang.Â
Terima kasih  dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H