Menag, menteri yang aneh karena selama ini selalu ormas keagamaan, kini jenderal. Pernyatan soal dirinya bukan menteri agama Islam saja, namun semua agama adalah baru. Jelas Bhineka Tunggal Ika terjadi dan lagi-lagi perlu waktu melihat apakah hanya slogan dan lip service, itu jelas perlu kesempatan. Namun harapan baik terbentang.
Pernyataan bahwa pemuka agama yang menyatakan kebencian dan pemecah belah akan dipanggil, dibina, dan jika masih mengulangi akan ditindak. Hal yang selama lebih dari lima belas tahun seolah tidak ada yang mampu melibas, kali ini mendapatkan sparing partner sepadan. Biasanya pejabatnya takut dicap antiagama atau komunis bahkan.
Sinergi kabinet juga dinampakan ketika Menkopulhukam mengatakan, masjid-masjid di kantir pemerintah dan BUMN, serta swasta dibuat untuk mempersatukan, jangan malah dipakai untuk menebarkan kekacauan dan perpecahan. Ada sinergi, pernyataan yang senada, sevisi dengan apa yang presiden kehendaki. Fundamentalisme perlu ditangani dengan serius.
Kekhawatiran pada gemuknya postur kabinet mulai terkisis. Kehendak baik dari masing-masing pejabat, tidak menggunggulkan diri menjadi kesempatan lebih efektif. Bagaimana menko memiliki kewenangan lebih dengan bisa memveto keputusan menteri di dalam jajarannya. Bisa membantu mengurangi saling sandera.
Visi pemerintah itu ya visi presiden, menteri tidak memiliki visi sendiri, partai, atau kelompoknya. Lagi-lagi memberikan batasan agar si gemuk itu bisa leluasa dan gesit. Memang masih perlu bukti, namun bahwa di depan sudah ada arah yang cukup meyakinkan akan bisa bergerak dengan relatif lancar.
Ideal memang jika tidak sebesar itu. Apa yang  bisa dilakukan adalah dengan penyederhanaan parpol. Lihat saja bagaimana "ngambeg"-nya Nasdem, projo, dan kemudian Hanura. Jika parpol sedikit, postrur ideal akan bisa dilakukan.
Penyederhaan parpol salah satu upaya jelas tingginya PT, bukan lagi empat, namun 100 atau 15 % kursi atau suara nasional. Suka atau tidak, pasti lebih banyak yang akan tereliminasi. Asal tidak boleh lagi membangkitkan mayat hidup dengan berganti orang, nama, dan lambang saja. Taati dengan baik, bukan prosedural dan sok demokratis.
Audit, nah ini, bagaiman parpol dikelola, keuangan, bagaimana bisa keuangan bener, ketika ideologi saja tidak jelas. Coba jika ada audit yang baik, susah melihat parpol ada yang bisa lolos. Ini juga seleksi alam sebenarnya.
Kabinet ini secara postur memang membuat pesimis, namun pada sisi lain ada pula harapan yang sudah ada tanda-tanda akan baik. Dukungan akan menjadi penting, bukan malah pendapat dan narasi kontraproduksi, apa beda dengan yang lampau?
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H