Jokowi dan Prabowo, Tugas Panjenengan Bukan Hanya Sampai Wefie
Beberapa hari lalu, presiden dan sekaligus presiden terpilih bersama eksrivalnya dalam dua gelaran pilpres bertemu untuk kedua kalinya.Â
Kali ini mereka bertemu di istana. Era modern di akhir pertemuan mereka mengadakan photo bersama dengan cara wefie. Hal yang sangat bermakna politis bagi banyak pihak.
Kedua kontestan bisa akur, dan menjalin komunikasi dengan sangat cair. Ulasan kali ini bukan soal makna di antara kubu per kubu, mau Mega-Paloh, Prabowo-Jokowi, atau siapapun itu. Kali ini mau menyoroti mengenai  kedua tokoh dengan gerbong besar dan panjangnya yang masih seolah ada dalam dua kutub amat parah.
Bagaimana perkubuan dan hanya dua kontestan membuat persaingan itu menjadi demikian sengit, apalagi bumbu-bumbu dari demikian banyaknya drama dan sandiwara menambah itu semakin pelik.Â
Tidak heran ada rekan di media sosial menganggap relasional kami sebagai perseteruan, padahal  tidak demikian. Perbedaan pilihan politik, debat, mencela dikit dalam koridor perbedaan pandangan dan pilihan, bukan perseteruan apalagi permusuhan.
Secara politik nasional, elitis, ada pesan kuat bahwa Jokowi-Prabowo ada dalam pilihan yang sama, atas nama bangsa dan negara sebagaimana pernyataan Prabowo, bagi yang berbeda prinsip bisa berpindah haluan. Itu sangat mungkin. Namun, apakah demikian juga akar rumput, pemilih yang dengan segala keprihatinan termakan dan terhasut oleh berbagai-bagai isu dan kepentingan itu apa sama dengan apa yang mereka tampilkan?
Gerbong Prabowo
Sekitar lima tahun, bahkan lebih telah dicekoki dengan aneka info yang tidak semestinya. Baru saja mendengar, tema pendidikan sarjana, toh mengatakan negara hutang terus, pajak naik lagi, pembangunan hutang dari China yang menikmati China. Bayangkan, orang berpendidikan saja bisa demikian meyakini narasi, opini, dan persepsi yang digelontorkan mereka demikian masif.
Contoh paling baru, konkret, mengenai Menko Polhukam yang diserang, Prabowo mengatakan, susah melihat itu rekayasa. Cek di media sosial yang dulu menggebu-gebu mendukung Prabowo-Sandi seperti apa narasinya? Malah cenderung bersama dengan opini Hanum Rais. Mereka lebih mendengar kata siapa, Prabowo? Bukan.
Selain cukup besar, gerbong Prabowo cenderung famatis buta. Susah dikembalikan pada rel yang benar. Nampak  gaya kampanye Manusia Gua Plato, terjadi. Memulihkan mereka akan sangat sulit. Kebenaran yang mereka sembunyikan selama kampanye dan meluruskan persepsi lagi itu sangat tidak mudah.