Kisah panjang seolah perseteruan media cetak dengan buzzer, sejatinya tidak lepas dari  kondisi partai politik yang memang payah.Â
Opini publik suka atau tidak tetap perlu asupan realitas, faktaulisasi program kerja, dan aksi pemerintah. Namun apa yang terjadi selama ini?
Jelas-jelas terutama sejak masa kampanye dan pilpres 2014, cyber army, media sosial dari salah satu kontestan demikian masif.Â
Sebelum jauh masuk dalam pembahasan, batasi terminologi buzzer untuk pendukung Jokowi, karena yang mendapatkan "tudingan, serangan, dan penuh kecurigaan" adalah kubu ini. Mengenai  kubu lain hanya menjadi sebentuk penguat dan fakta yang perlu juga dilihat, lepas dari pembahasan utama.
Kemarin, dalam sebuah komentar atau status media sosial, persisnya lupa, namun ada yang mengatakan pembanding dengan saracen, dan sikap yang berbeda.Â
Mengapa ada pidana pada saracen? Jelas bahwa apa yang dinyatakan itu tidak berdasar fakta, adanya upaya merusak persepsi publik dengan data separo dan sejenisnya. Itu saja yang perlu dilihat, dan itu bukan menjadi bagian utama tulisan.
Parpol dan dukungan politik.
Sepanjang pemerintahan kemarin, Zon, Fahri, bahkan ada juga dari kubu pemerintah sangat masif di dalam mencela dan meniadakan, menegasi apa yang dicapai pemerintah. Jelas, gamblang, dan vulgar itu infrastrukur.Â
Sampai  Rachel Maryam yang dikenal publik sebagai dewan karena liburan meminta bantuan fasilitas kedutaan saja berani omong masyarakat tidak butuh makan semen. Bayangkan, anggota dewan tidak ada hasil saja bicara demikian, apalagi Zon, Fahri, dan lain-lainnya.
Menteri PU yang berjibaku  membangun di mana-mana, hati-hati juga dengan monitor KPK yang sangat tajam bisa berbahaya, dan dukungan dewan dari kubu pemerintah nol besar.Â
Atau capaian Menteri Amran, pernah tidak ada yang mengatakan kalau Brebes bisa mengirim bawang ke luar negeri, sebelum ada sandiaga uno soal bawang Brebes.