Integritas dan Revisi UU KPKÂ
Pekan pertama September  media baik sosial ataupun arus utama cenderung heboh dengan rancangan rivisi UU KPK yang diinisiasi oleh dewan.
Pro dan kontra sangat heboh. Berbagai-bagai cara dan upaya dilakukan baik oleh pendukung atau penolak revisi, apapun alasan dan motivasinya. Mulai wadah pegawai, komisioner, baik baru atau lama, mahasiswa, pegiat sosial ataupun antikorupsi mengeluarkan pernyataan.
Panas yang bisa mengalahkan panasnya kebakaran hutan itu tiba-tiba menjadi begiti antiklimaks, seolah kayu membara diguyur air es segentong. Senyap, dan ketok palu, revisi RUU sudah sah menjadi UU. Dalam hitungan jari tambah satu jari kaki satu selesai.
Coba dewan dan birokrasi juga sedemikian cepat mengatasi masalah-masalah lain. Bangsa ini sudah jauh unggul di dunia ini.
Beberapa persoalan sejatinya tidak perlu sampai ada panas-panasan revisi, jika memang mau berkomitmen dan memegang teguh sumpah dan janji jabatan.
Mengenai isu pegawai dan wadahnya yang menguasai, atau ada indikasi oknum yang mendominasi, kembali sumpah jabatan dan janji sebagai aparat negara yang diabaikan. Lagi-lagi soal integritas dan kualitas kepribadian.
Bangsa ini memang masih jauh dari harapan jika berbicara kualifikasi integritas. UU yang begitu banyak adalah gambaran soal keteraturan yang masih dipaksakan. Lihat saja mengenakan helm dan tertib berlalu lintas hanya karena takut polisi. Kesadaran dan kebutuhan untuk tertib hidup bersama masih terlalu jauh.
Keakuan masih dominan, dan itu sering menjadi masalah ketika berkaitan dengan hidup bersama dengan keakuan yang lain. Konsensus dan komitmen  hidup bersama masih perlu perjuangan.
Isu dan dugaan penyadapan yang melebihi wewenang dan tugas, jika sudah memiliki integritas sejatinya tidak perlu pengawas. Pengawasan diri, ketika orang malu berbuat salah, namun bangsa ii memiliki kecenderungan berani dan takut, bukan malu.
Di sinilah persoalan itu, bukan soal pengawas atau tidak. Apalagi jika mengaku beragama. Toh ada pertanggungjawaban kepada Pencipta.
Selama ini sering narasi revisi UU KPK berkutat pada sosok NB saja. Mengulik perilaku satu orang ini dengan segala opini dan terkadang othak athik gathuk, namun belum ada pelaporan kepada pihak manapun. Lagi-lagi ini soal taat hukum dan azas. Coba laporan kepolisian atau laporan kepada penasihat sudah ada belum?