Entah mengapa demikian panjangnya soal PB Djarum pamit dalam mengadakan audisi. Â Berbagai kajian diketengahkan kemarin, baik dari sisi prestasi, olah raga, dan ada juga bisnis, dan seterusnya. Kali ini khusus berbicara politis. Mengapa? Karena beberapa politikus dan lembaga politik toh juga berbicara.
Cukup lucu ketika ia berbicara dalam media sosial mengenai tidak ada ekspolitasi anak, seyogyanya lanjut. Lha ke mana Pak selama ini, sehingga Djarum dikatakan Seto Mulyadi kayak anak kecil ngambeg. Â Kan lucu, ketika Menpora yang memiliki tanggung jawab, dan akan dihujat nantinya jika tepok bulu ini mundur, malah berbicara ketika PB Djarum sudah menutup pintu.
Atau menteri kaget Djarum bertindak demikian tegas, dan kemudian kementriannya yang akan menanggung akibat sangat besar? Ini bukan pembicaraan tiba-tiba kog. Dan pembelaan bahwa tidak ada ekspolitasi anak terdengar lemah, seolah tidak berdaya.
Apa iya kementrian dan komisi itu tidak bisa berbicara baik-baik, holistik, dan tentunya menepikan kepentingan lain yang tidak signifikan? Lepas dari polemik ini rokok, karya sosial, atau olah raga. Kemenpora berbicara soal olah raga dan kepemudaan tentunya. Jelas kog jika mau, dari pada ribet di media sosial.
Menteri yang menyatakan bahwa ada eksploitasi anak. Lagi-lagi jatuh pada pembicaraan terbatas dan tidak luas. Dalam konteks pembinaan olah raga, di mana pun di dunia tetap saja dari usaia kanak-kanak. Wah jangan-jangan anak nanti tidak boleh sekolah, kan memaksakan anak. Ingat anak tetap senang main dari pada sekolah lho. Tetap saja pendidikan dan pembinaan akan menggunakan paradigma pemaksaan.
Lha memang hanya ajang audisi Djarum yang melakukan pembinaan dari usia dini? Ke mana ketika ada anak-anak ikut meledakan diri, itu bukan ekspolitasi anak? Bisa dilihat di sini
mereka, keempatnya anak-anak. Dua tidak tahu apa-apa, dua dipaksa orang tuanya mungkin, toh almarhum masih anak-anak, kedua orang tuanya pun banyak terlibat. Mosok hanya Djarum yang terkena dampak an vonis begitu telak, eksploitasi anak.
Lihat pula sinetron, ajang model, atau idola ini dan itu. Tidak kurang-kurang banyak an kadang lebih parah. Atau politisasi anak-anak. Baik yang hanya dibawa, atau hanya ikut, namun ada pula yang berteriak-teriak dengan bahasa kekerasan? Apa karena takut melawan tirani kekuatan mayoritas kemudian diam?