Daftar Salah Jokowi, Papua, dan Politikus Tantrum
Pemilu menjelang, pelaksanaan, dan penetapan tidak jauh lebih heboh dari pada mau pelantikan presiden terpilih. Lebih meningkat lagi usai dua rival dalam kontestasi bertemu sebagai dua pribadi terbaik bangsa ini, waktu dan kondisi kini. Â Harapan akan makin reda tensi politik itu malah menjadi titik balik, mulai menggeliat dan malah makin panas.
Isu demi isu terjadi, politikus A minta jatah sekian menteri, politikus B menetapkan bicang tertentu menjadi jatahnya, politikus C membuat manuever dengan pendekatan pada lawan politik sebelum-sebelumnya. Politikus D memaksakan penambahan jatah kursi untuk pimpinan lembaga ini dan itu.
Intinya semua mau jabatan, mirisnya miskin prestasi, visi saja tidak ada mau bicara prestasi. Mereka ini sedang tantrum, karena ternyata tidak sebagaimana yang dikehendaki. Kalkulasi dengan kalkulator jebol yang jelas hasilnya jauh dari harapan dan yang diinginkan.
Karena memang tidak punya visi dan gagasan, akhirnya membual dan menjual rusuh. Bayangkan saja mosok Papua bergolak, Jokowi harus turun dalam konteks datang pun turun sebagai presiden.Â
Ada pula iuran BPJS naik katanya salah Jokowi lagi, padahal jelas banyak maling dan penipu di seluruh rangkaian itu, dan itu juga mulai terkuak satu satu.
Isu seleksi komisioner KPK, ini pun ujungnya Jokowi, sasaran pansel yang mengangkat presiden. Di mana-mana cukup masif tudingan ini dan itu. Mirisnya yang mengaungkan kog orang dengan afiliasi tertentu sih? Hayo ketebak tidak muaranya ke mana dan mengapa serta siapa?
Tiba-tiba dengan kondisi yang demikian merebak dengan isu, hoax, dan desas-desus yang tidak jelas, ada pesan ke grup percakapan dan media sosial soal BBM naik. Toh tidak menjadi masalah karena memang harga BBM sudah biasa naik turun, ini bukan era Orba yang akan aneh jika ada kenaikan BBM. Lagi-lagi siapa yang bermain bukan?
Siapa yang tidak ngamuk sih dengan deretan dosa Jokowi itu. Amrik dengan koleganya jelas mengincar Papua dengan segala kekayaannya. Jokowi pernah mengatakan awas akan begini dan begitu jika mengusik FPI, nyatanya tidak apa-apa.Â
Jelas Amrik tidak bisa berbuat lebih karena ketahuan belangnya. Mau memainkan pilpres gagal total juga karena pemilih Indonesia lebih cerdik dari pada mereka yang mau memilih presiden maaf rada-rada begitu.
Mereka masih berharap pilpres bisa memainkan peran dan "boneka" mereka bisa menang. Ternyata tidak mampu berbuat lebih. Pola yang dipakai sudah terbaca.Â