Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca 94,7% ASN Menolak Ibu Kota Baru dan Narasi Sejenis

28 Agustus 2019   08:39 Diperbarui: 28 Agustus 2019   09:03 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada pula analisis abal-abal soal keamanan dengan China yang sangat mungkin melakukan serangan. Aneh dan lucu, ketika orang yang biasa menyebut Jokowi sebagai antekaseng, namun demi menolak ibukota baru malah mengatakan akan mudah serangan dari  China. Logika bengkak-bengkok, asal bengok, dan lagi-lagi tidak berdasar.

Perang era modern tidak perlu susah-susah, soal jarak dan lurus atau menceng sekalipun. Entah kalau otaknya yang tidak lurus. Pola pikir aneh-aneh, antara sok tahu dan tidak tahu malu.

Cawapres Sandiaga Uno sepertinya yang penting komentar dari pada tidak, ketika mengusulkan adanya referendum. Lha buat apa coba, dan itu beaya lagi, pemborosan mahal. Nilai urgensinya tidak ada, dibandingkan dengan beaya yang perlu dikeluarkan. Anggaran yang dipakai referendum bisa untuk membangun. Ribet.

Dari beberapa penolakan, malah terpetakan dengan jelas siapa saja mereka ini;

Petualan tanah yang gagal mendapatkan hasil maksimal dari spekulasi yang terjadi. Sudah ada yang mengupayakan Jonggol. Bisa dibayangkan berapa harga tanah dari pembelian mereka kemudian menjadi harga ibukota.

Ada pula wacana perluasan Jakarta dengan Bekasi dan Tangerang, lagi-lagi rezeki nomplok dari elit parpol, pejabat, dan terutama spekulan lagi-lagi gigit jari. Coba bayangkan saja, jika hanya memperluasan cakupan ibukota, apa bedanya, kemacetan, keruwetan, dan kekisruhan tidak terurai.

Sebagian pihak menuding bahwa jasa demo bayaran bisa mati matapencaharian. Sangat logis, bayangkan saja demo hampir setiap saat ketika ditanya demo apa, atau arti dari tulisan itu apa saja tidak paham. Nah dugaan bahwa itu ada massa bayaran sangat mungkin. Jika pindah, pengerahan massa menjadi sangat mahal dan tidak lagi prospektif.

Melihat sepak terjang ASN, penolakan itu memberikan gambaran, bagaimana sumpah-janji pegawai mereka coba? Mereka abai atau hanya formalitas sehingga lupa apa yang sudah mereka teken, ucapkan, dan nyatakan itu.  Memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak mau, apalagi ada pemikiran memilih pensiun dini.

Kelompok fundamentalis yang sudah merancang dengan matang bertahun-tahun, harus kembali merencanakan tak-tik baru. Susah dengan keadaan baru namun pola lama. Sangat mungkin timbul keanehan-keanehan dan akhirnya malah jadi pengakuan jika melihat sepak terjang mereka akhir-akhir ini.

Penumpang gelap sebagaimana Gerindra lontarkan satu demi satu menguak jati dirinya. Mereka ini adalah beban bangsa sesungguhnya, benalu yang menghisap kesempatan kemakmuran bangsa ini.  

Satu kejadian ini membawa banyak dampak baik bagi kehidupan bersama bangsa dan negara. Wajah dan jati diri  terbuka dengan gamblang. Dan waktunya pembangunan manusia seutuhnya itu bisa dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun