Pujian Mega untuk Ahok, Penebusan Rasa Bersalah?
Dalam acara PDI-P Megawati menyebut Ahok secara spesial dan dukungan penuh sebagai kader partai. Cukup menarik apa yang ada dengan dinamika yang terjadi baik sebagai pribadi, sebagai pejabat, ataupun sebagai eks terpidana. Fenomena Ahok tetap tidak bisa disepelekan.
Mega sebagai politikus mumpuni jelas memiliki kalkulasi matang, visi dan gambaran jelas dengan satu sosok yang berbeda ini. Tentu tidak sembarangan apa yang dinyatakan Mega sebagai ketua umum PDI-P pemenang pemilu dan mengantar presiden untuk dua periode.
Nasionalisme partai ini  patut menjadi perhatian, di mana memberikan pembeda di tengah  riuh rendahnya politik identitas dan tudingan sumir atas platform partai yang dituding cenderung kekiri-kirian. Rekam jejak yang cukup panjang dan masih termasuk yang bertahan dengan ideologi dan identitas yang relatif sama.
Pilkada DKI dan Dukungan Telat.
PDI-P sebagai penguasa politik Jakarta termasuk terlambat dalam menyatakan dukungan untuk Ahok dan Djarot. Mega bahkan turun mengantar pendaftaran ke KPU-D dan pengenaan jaket partai untuk Ahok, tidak cukup membantu. Mengapa?
Ahok suah babak belur duluan, termasuk oleh perilaku orang-orang banteng. Ketua tim pemenangannya pun secara pribadi saya tidak yakin mendukung sepenuhnya Ahok, melihat rekam jejaknya di dalam "menghajar" Ahok dalam berbagai-bagai kesempatan. Bahasa tubuhnya ketika bersama Ahok tidak menampakna dukungan, tidak percaya cek saja pilkada 2017, masih demikian mudah dan banyak.
Memang itu gawe Jakarta, namun diamnya Mega dan pusat atas perilaku elit PDI-P daerah  yang cenderung aeng-aeng, sudah cukup berdampak signifikan dalam benak pemilih. Mereka sudah menetapkan asal bukan Ahok demikian kuat, dengan narasi dan perilaku elit banteng daerah.
Turunnya Mega secara simbolis dalam pendaftaran tidak cukup memadamkan kemarahan orang yang sudah terpengaruh perilaku elit daerah PDI-P. Sama juga dengan dijerang berjam-am, diguyur air es seember, ya cuma mengurangi panasnya, namun tetap di tengah itu bara masih cukup panas.
Ini hanya soal pilkada, bukan soal pidana yang dihadapi Ahok, kasus yang berbeda. Dan bukan kajian untuk artikel ini, snagat sumir dan bisa ke mana-mana, susah mengaitkan denganfakta itu tanpa harus ribet dan ribut dengan banyak hal yang kurang esensial.
Jujur saja, pimpinan daerah mana yang seekstrem, seganas Ahok dalam banyak hal, terutama pemerintahan dan anggaran. Pembangunan, penertiban, dan juga reputasi lain yang kini baru disadari ternyata benar. Jujur saja siapa yang bisa mengatakan Ahok gagal sebagai gubernur?Â