Semalam Prabowo mengadakan lagi acara, biasa deklarasi kecurangan dan penolakan hasil pemilu. Menarik semua saksi di KPU daerah dan pusat. Tanggapan beraneka ragam, baik yang biasa saja, mendukung, menertawakan, juga mengatakan keanehan dan lain sebagainya. Sah-sah saja.
Selama hampir lima tahun toh kerjanya juga sudah diketahui, mirip-mirip itu, tidak jauh beda dengan apa yang ditampilkan masa kampanye, dan akhir-akhir ini menjelang pengumuman hasil akhir dari pemilihan umum yang berlangsung hampir sebulan lalu. Narasi sama saja yang dikembangkan, tidak ada yang baru sama sekali.
Patut berterima kasih karena ugal-ugalannya itu membuat pemilihan kemarin lebih tinggi partisipasi warga untuk memilih. Hingga 80% lebih, konon tertinggi selama ini.Â
Mengapa? Karena banyaknya orang yang khawatir kalau satu suara saja penting bagi keberadaan negeri ini. Rata-rata demikian, melihat reputasi Prabowo dan kawan-kawan yang ugal-ugalan dalam narasi kampanyenya.
Kini dengan menolak  hasil pemilu sejak dini, warga makin tahu seperti apa yang ada dalam benak Prabowo dan kawan-kawan. Beberapa hal patut ditilik;
Konsistensi, kalau memang menang, sejak awal klaim menang dengan 56% naik menjadi 62% dan sempat menjadi 80% namun selalu menuding pihak lain curang. Lihat bagaimana pola pikirnya kalau memang menang, rival  yang kalah mosok curang. Lucu dan tidak bernalar sebenarnya.
Inkonsistensi berikutnya, mengapa hanya ribut dan riuh rendah pilpres soal kecurangan, namun wacana pileg yang menempatkan posisi mereka aman-aman saja diakui sebagai sah. Sama sekali tidak ada satupun suara yang mengatakan pileg curang. Padahal waktunya sama, pelaksananya sama, dan juga pesertanya sama.
Konsistensi berikutnya berkaitan dengan tudingan KPU curang, settingan pusat data yang sudah diatur memenangkan kubu rival dengan 57%, namun mereka juga percaya saja ketika mendaftar, mengikuti prosedur, acara yang diatur oleh KPU. Apa iya KPU tidak netral ketika penghitungan saja, dan istimewanya untuk pilpres, sedang untuk pileg baik-baik saja
Wacana yang digaungkan hanya satu, Jokowi curang dan harus tidak boleh menjadi presiden lagi, bahasa yang dipakai bermacam-macam, dari Jokowi curang, KPU curang, harus legawa seperti presiden lainnya,atau likuidasi Jokowi, namun intinya hanya satu.Â
Pemilu bukan hanya memilih Jokowi semata, pemilu bukan hanya mengurus Prabowo, namun mengapa semua muaranya Prabowo harus presiden dan Jokowi harus ganti?
Ada pula gagasan people power, jauh-jauh hari sebelum pemilu berlangsung sudah dinyatakan. Kalau memang menang, mengapa harus sudah memberikan ancaman diawal, ketakutan yang membayang, di mana negara bisa menjadi kacau, kekerasan bisa terjadi.Â