Sejak beberapa hari, banyak ajakan untuk mengisi petisi pihak yang terkait tidak memberikan perpanjangan izin ormas FPI. Â Melalui surel, atau jaringan perbincangan berbagai grup memberikan link tersebut. Jawaban jelas ikut dan beberapa ajakan saya tawarkan dan memperoleh sambutan baik.
Di kemudian hari, petisi tandingan juga ada, di mana dukungan untuk memperpanjang izin ormas itu  yang hampir selesai. Toh mau petisi yang menolak perpanjangan atau penghentian itu tidak ada dampak yang pasti, karena ada di tangan yang berwenang, bukan petisi.
Petisi sebentuk dukungan moral saja, dan menyuarakan sebagian suara rakyat, mengapa sebagian? Toh itu warga yang melek internet, yang tidak toh masih banyak. Pun yang peduli dan tidak peduli juga banyak. Paling tidak menjadi salah satu pertimbangan untuk pihak yang terkait mengaji mau memberikan izin atau tidak keberadaan ormas satu ini.
Beberapa hal  yang patut dilihat lebih lanjut adalah sebagai berikut;
Ormas satu ini pedomannya pokoke, di mana falsafah mereka pokoke, apapun asal bagi mereka benar, pihak lain menilai buruk, mana duli, laju terus, dan itu sering juga menabrak hukum positif. Lucu dan anehnya memaksakan "hukum" mereka, biasanya dengan dalih atas nama agama, namun pihak-pihak yang seagamapun menolak dan menilai berbeda.
Lebih cenderung falsafah pokok e, di mana tampilan yang sering tidak sesuai dengan apa yang dilakukan. Contoh mengatasnamakan agama, namun perilakunya bertentangan dengan agama. Mengatakan kegiatan keagamaan, toh isinya politik caci maki pemerintah yang tidak disukai.
 Arogansi, berkaitan dengan pedoman pokoke, perilaku mereka dalam banyak aksi adalah arogansi. Kekerasan verbal dan fisik sering dilakukan. Pemukulan dan perusakan bukan barang baru. Palagi beberapa waktu lalu, persekusi, pengeroyokan, dan aksi-aksi sepihak biasa mereka lakukan, ketika merasa tersinggung, ada ungkapan yang mereka nilai membuat mereka marah, langsung saja didatangi dan dipukuli.
Ketika melakukan aksi pun mereka biasa menutup jalan, menghambat kepentingan umum, dan merasa benar. Ini masalah yang erlu dibenahi, bukan soal ormasnya saja, namun juga aparat penegak hukumnya. Keduanya harus sinergi.
Pengggunaan atribut dan istilah agama, hal yang membuat bias dan orang jadi cenderung segan, termasuk aparat penegak hukum. Ketika ada perlawanan akan dinyatakan sebagai menghina agama, melawan umat, melecehkan agama, dan seterusnya-seterusnya. Ini masalah besar dan ribet dalam hidup bersama. Serba salah, tidak ditertibkan melanggar hukum, ditertibkan bisa jadi bumerang.
"Jangan sampai hanya normatif adminsitratif izin semata, namun juga ada pengawasan dan penindakan jika memang melanggar hukum."Â